Relaksasi PSBB Dibalik Pandemi yang Masih Meningkat

Oleh : Oktarina Mahardiani

(Anggota Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban) 

 

LensaMediaNews – PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) telah diambil oleh pemerintah sebagai langkah untuk mengatasi penyebaran pandemi Covid-19, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Beberapa daerah pun sudah menerapkan peraturan tersebut terutama pada daerah-daerah yang terindikasi memiliki sebaran Covid yang cukup tinggi, seperti DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Setelah diterapkan selama beberapa minggu, hasilnya menunjukkan PSBB belum mampu mengontrol jumlah pasien positif Covid-19. Dari data satuan gugus tugas Covid-19 pada hari Rabu tanggal 13 Mei 2020, jumlah pasien positif justru bertambah sebanyak 689 sehingga totalnya menjadi 15.438 pasien (kompas.com 13/5/2020).

Meskipun hasilnya demikian, pemerintah malah berencana akan melakukan modifikasi pelonggaran, seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, “Kita tahu bahwa ada keluhan sekarang ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya, kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB,” (bbc.com 4/5/2020).

Pernyataan pemerintah ini terkesan seolah mengutamakan kepentingan rakyat, tetapi sebenarnya justru menunjukkan ketidakseriusan dalam mengatasi persoalan pandemi, terutama dampak akibat pandemi Covid-19 dengan diterapkannya PSBB. Dalam PP dan Permenkes tentang PSBB tidak menyatakan jaminan soal pemenuhan kebutuhan hidup selama pemberlakuan PSBB kendati mengatur berbagai pembatasan yang rawan menghambat ekonomi rakyat (m.kbr.id 7/4/2020). Rakyat yang sudah dilanda ketakutan akibat ancaman kesehatan yang membahayakan, ternyata juga harus memikirkan bagaimana agar tetap bisa makan di tengah penerapan PSBB.

Rencana pelonggaran ini juga semakin menguatkan sikap pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan mereka pemilik modal (kapital), yang merasa resah akan dampak pandemi terhadap usaha mereka. ini terjadi apalagi sejak pemerintah memutuskan menerapkan PSBB.

“Kami mempunyai kekhawatiran ada segelintir pebisnis tertentu yang resah dengan jatuhnya bidang usahanya dan mengakibatkan mereka di jurang kebangkrutan dan mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB,” kata Syahrul Aidi Maazat dari fraksi PKS DPR (tempo.com 3/5/2020).

Inilah yang terjadi ketika pemerintah masih dikendalikan oleh pengusaha atau para pemilik modal. Kepentingan ekonomi negara yang diupayakan oleh pemerintah faktanya hanyalah untuk orang-orang yang memiliki modal. Sistem kapitalisme yang diambil oleh negara terbukti memberikan ruang lebih kepada pengusaha untuk ikut menentukan kebijakan bagi rakyat. Tentunya dengan menyesuaikan terhadap kepentingan mereka. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang rusak dan tidak akan pernah menghasilkan kesejahteraan rakyat.

Penanganan persoalan pandemi akan teratasi hingga ke akarnya, dalam Islam, Khalifah akan menangani secara serius, efektif dan efisien ketika mendengar suatu wabah terjadi di suatu daerah.

Khalifah akan melakukan lockdown atau karantina total sebagai upaya dalam menekan penyebaran penyakit ke daerah yang masih sehat (green zone) sebagaimana dalam hadits Rasulullah bersabda: “ Wabah Tha’un adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla yang sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hambaNya. Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah tha’un, maka jangan sekali-kali kalian memasuki daerahnya, dan jika tha’un telah terjadi pada suatu daerah, dan kalian disana, maka janganlah keluar darinya.”(HR. Muslim).

Upaya ini akan membantu wilayah di luar wabah dapat melakukan aktivitas ekonomi dalam kondisi normal. Setiap rakyat yang berada dalam wilayah karantina akan dijamin kesejahteraanya oleh khalifah dengan memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya.

Untuk mengupayakannya khalifah akan mengambil sumber keuangan negara dari Baitul Mal. Dana Baitul Mal yang diambil adalah pertama, dari seksi Masholih ad Daulah sebagaimana seksi Dar al Khilafah dan seksi santunan. Yang kedua adalah dari seksi bencana alam/ Ath thawari, seksi yang memberikan bantuan kepada umat Muslim apabila tertimpa bencana mendadak. Sumber pendapatan kedua seksi ini adalah dari fa’i dan kharaj (Abdul Qodim Zallum, Sistem Keuangan Negara Khilafah: 29-30). Apabila tidak mencukupi maka akan diambil dari pos pemasukan kepemilikan umum dari Baitul Mal.

Dari sini akan tergambar secara jelas penanganan yang efektif dan efisien dari khalifah dalam mengatasi persoalan pandemi dan dampak perekonomian bagi rakyat. Sehingga seluruh kebutuhan rakyat baik yang di wilayah wabah maupun yang di luar wabah akan terpenuhi. Hal ini hanya dapat terwujud jika kita kembali menerapkan Islam sebagai aturan dengan menegakkan Khilafah ‘ala min Haj Nubbuwah.

Wallahu a’ lam Bish Showab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis