BPJS Naik, Prank ala Penguasa Panik
Oleh: Meilyna H.
Lensa Media News – Peserta BPJS Kesehatan merasa jadi korban prank dan pemberi harapan palsu (PHP}, oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, kenaikan tarif BPJS yang semula dibatalkan Mahkamah Agung (MA), Februari 2020 justru malah dinaikan lagi per 1 Juli 2020. Kenaikan ini berlaku untuk kelas I dan II. Kenaikannya hampir 2 kali lipat, sedangkan untuk kelas III baru akan naik tahun 2021.
Banyak yang mempertanyakan, kenapa keputusan itu diambil saat kondisi krisis akibat pendemik virus Corona? Rakyat saat ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Dibuat susah dengan adanya pendemik Corona dan kebijakan pemerintah yang membingungkan serta cenderung mementingkan pihak tertentu. Masih ditambah lagi dengan dinaikkan BPJS.
Adapun alasan Presiden Jokowi untuk menaikan tarif BPJS lantaran adanya penurunan daya beli di masyarakat, dikutip detikfinance 13 Mei 2020 saat membuka rapat terbatas virtual.
Pelaksana Tugas Deputi 2 Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Abetnego Tarigan menambahkan alasan dibalik kebijakan yang dibuat, negara dalam situasi yang sulit artinya penerimaan negara juga menurun drastis. Perlu adanya solidaritas dari semua lini masyarakat dan kenaikan iuran BPJS itulah bentuk solidaritas (Detikfinance,14/5/2020).
Menuai Kritik
Direktur Riset Center OF Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, menilai dengan menaikan iuran di tengah kondisi seperti ini malah semakin membuat daya beli menurun. ”Sebagian dari kelompok menengah juga terkena PHK atau tidak bisa buka usaha sehingga mengalami penurunan income. Kenaikan iuran BPJS bagi mereka akan menambah beban, artinya semakin ada penurunan daya beli,” (detikcom,13/5/2020).
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI), mengkritik kebijakan yang dibuat. Sebab berpotensi mengerek tunggakan iuran masyarakat dan akhirnya target untuk meningkatkan penerimaan BPJS kesehatan sulit tercapai. Idealnya pemerintah menggunakan cara lain untuk menginjeksi biaya operasional BPJS kesehatan, tanpa harus membebani masyarakat dengan kenaikan tarif (Detikfinance, 14/5/2020).
Kritik senada dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Bahwa pemerintah masih bisa melakukan relokasi anggaran pembangunan infrastruktur yang tidak mendesak untuk menutupi kebutuhan Rp 20 T untuk BPJS Kesehatan. Dengan begitu iuran tidak perlu dinaikkan (CNN Indonesa, 14/5/2020).
Pemasukan kas negara yang menurun dan ditambah defisit anggaran BPJS Kesehatan inilah sesungguhnya yang memicu kebijakan yang tidak etis dan menyengsarakan rakyat. Rakyat semakin dihisap darahnya disaat luka menganga belum kunjung kering.
Karut marut iuran BPJS sekarang ini semakin memperlihatkan kebobrokan sistem pemerintahan kita. Sikap inkonsisten pemerintah atas putusan MA No7P/HUM/2020 yang membatalkan kenaikan iuran BPJS semakin menurunkan tingkat kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Peran negara yang cenderung pasif dalam memenuhi kebutuhan kesehatan rakyat semakin terlihat. Begitulah pemerintahan kapitalis, yang hanya mementingkan kepentingan elit politik saja, lalai dalam mengurusi kepentingan rakyatnya.
Layanan Kesehatan dalam Islam
Berbeda dengan pemerintahan yang berlandaskan Islam. Negara akan menyediakan layanan kesehatan dengan sarana dan prasarana pendukung. Melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Laki-laki, perempuan, kaya, miskin, Muslim ataupun non-Muslim semuanya mendapatkan layanan kesehatan dengan kualitas yang sama. Negara tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyat. Bahkan negara mampu menyelenggarakan jaminan kesehatan secara gratis. Lantas dari mana sumber dananya?
Sumber pendanaan negara yang menerapkan Islam kaffah didapat melalui Baitul Maal. Berikut rinciannya:
Pertama, dari harta zakat, Kedua, dari harta milik negara baik fai, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul penjabat dan aparat. Ketiga, dari harta milik umum seperti barang tambang, perairan, hutan dan padang gembalaan, dan sebagainya. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah)hanya dari laki-laki muslim yang kaya.
Demikian gambaran sumber pendanaan negara yang diatur dengan Islam. Negara benar-benar menjamin pelayanan kesehatan dengan baik. Bukan malah memalak rakyat.
Sebab kesejahteraan, termasuk jaminan kesehatan merupakan kewajiban negara sekaligus hak rakyat. Hal ini seiring dengan sabda Rasulullah Saw: “ Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).
Saatnya kembali kepada sistem kehidupan Islam agar tak ada lagi penderitaan rakyat yang bertubi-tubi. Semoga umat semakin menyadari betapa kejam sistem kehidupan kapitalisme yang diterapkan negeri ini. Hingga semangat dan kerinduan hidup di bawah naungan Khilafah Islam tak terbendung lagi.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
[LM]