Penerbangan Kembali Dibuka, Welcome Aboard Corona
Oleh: Eqhalifha Murad
(Pengamat penerbangan, eks pramugari, pemerhati sosial politik Islam)
LensaMediaNews— PT Angkasa Pura II (Persero) menyebutkan, sejak kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tentang pelonggaran lalu lintas moda transportasi, dalam sehari telah menerima lebih dari 4.500 penumpang domestik di Bandara Internasional Soekarno Hatta (cnnindonesia.com, 11/05/2020).
Vice President of Corporate Communications AP II Yado Yarismano menyampaikan sejak dibuka kembali untuk layanan penerbangan domestik kemarin Minggu, 10 Mei 2020, tercatat traffic bandara sekitar 100-120 pesawat. Meski tak dapat merinci destinasi utama para penumpang jalur domestik, tetapi ia menyebut penerbangan masih didominasi oleh penerbangan internasional dan penerbangan repatriasi.
Sebelumnya, AP II mengungkapkan lebih dari 1.600 WNI telah pulang ke Tanah Air sejak bandara dibuka kembali. Sebanyak 1.000 WNI telah datang di Terminal 3 bandara Internasional Soekarno-Hatta, Minggu 10 Mei 2020 dan 600 lainnya telah lebih dulu datang pada Kamis , 7 Mei 2020. Jumlah ini naik dari rata-rata kepulangan pada 1-2 minggu sebelumnya yakni kisaran 300 hingga 400 WNI per hari.
Itu artinya secara keseluruhan, operator bandara milik Kementerian BUMN ini mencatat sebanyak 25 ribu WNI tiba di Indonesia dengan mayoritas sebanyak 10 ribu orang berstatus TKI. Diperkirakan hingga 31 Mei 2020 akan ada tambahan berkisar 7.500 sampai 10.000 WNI yang tiba dengan penerbangan repatriasi.
Sementara itu, kembali terlihat di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis 14 Mei 2020 pagi, tampak antrean penumpang yang hendak memasuki ruang tunggu terminal “mengular”. Menurut salah seorang penumpang, antrean untuk menuju ke ruang tunggu memakan waktu 55 menit. Tidak terlihat sistem jaga jarak atau physical distancing dalam antrean tersebut, (kumparan.com, 14/05/2020).
Antrean memanjang dari gate 4 ke gate 5. Belum lagi ruangan terasa panas seperti tidak ada AC. Sejak tiba di bandara hingga mendapat boarding pass penumpang membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam. Sedangkan di dalam ruang tunggu, juga penuh dengan penumpang.
Sebelumnya, penumpang harus melakukan prosedur ketat dengan syarat melengkapi 3 dokumen agar penumpang bisa diizinkan untuk terbang. Yang pertama tentu saja tiket keberangkatan. Kedua, surat alasan keterangan perjalanan bagi ASN atau PNS yang harus mendapat tanda tangan eselon 2 dari dinas, jika swasta dari atasan langsung dan jika di luar ASN atau pekerja swasta harus dapat keterangan dari lurah atau camat.
Ketiga, surat keterangan sehat bebas COVID-19 dari rumah sakit. Dan melakukan perjalanan bukan untuk mudik tapi untuk alasan urusan bisnis dan keuangan. Hal ini mengacu pada Permenhub nomor 25 dan Surat Edaran 32 tahun 2020 dari Dirjen Perhubungan Udara. Penumpang harus datang ke bandara 4 jam sebelum jadwal keberangkatan untuk menyelesaikan proses pemeriksaan dokumen.
Terkait dari beberapa fakta diatas maka dapat dianalisis bahwa: pertama, kebijakan pelonggaran PSBB menimbulkan kembali geliat sektor transportasi. Namun ketidaksiapan dan gagapnya moda penerbangan dalam menganulir lonjakan penumpang menyebabkan kondisi semakin tidak terkendali.
Kedua, seharusnya proses repatriasi ditengah kondisi pandemik tidak perlu terjadi. Pemulangan WNI hanya akan menimbulkan semacam impact yang instan sehingga akhirnya memerlukan waktu yang lama untuk memulihkan situasi kembali menjadi normal. Ketiga, surat keterangan sehat tidak menjamin seseorang bebas dari terpapar virus, begitu juga dengan upaya isolasi selanjutnya tidak akan bisa optimal mencegah kadar penularan virus.
Keempat, open mind set dan pola pikir yang jitu akan mengalahkan konflik kepentingan diatas keberlangsungan bisnis dengan kemaslahatan serta kesehatan dan keselamatan nyawa publik. Karena disadari atau tidak kebijakan pemerintah telah mengkonfirmasi pengukuhan jati dirinya sebagai rezim kapitalis sekuler.
Adapun solusi teknis yang dapat diambil tentunya merujuk kepada hal yang menuntut kecemerlangan paradigma kepemimpinan berfikir, yang tidak sekedar teori. Namun sudah pernah di praktekkan oleh negara adidaya peradaban emas Islam selama ratusan tahun. Teknik Lockdown total dan syar’i diterapkan sehingga mampu mengatasi pandemi dalam waktu singkat. Siapapun tidak boleh keluar masuk suatu wilayah endemik atas kepentingan apapun untuk memutus rantai pandemi.
Dan berbicara mengenai solusi yang fundamental, maka membuang sistem kebijakan Demokrasi Kapitalisme dan beralih ke sistem Khilafah Islam adalah suatu hal yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Karena hanya dengan mengemban khilafah dan mendiskualifikasi Demokrasi niscaya persoalan akut pandemi di Indonesia bahkan dunia akan segera diminimalisir. Begitu juga dengan komplikasi kerusakan disegala bidang akibat penerapan sistem yang sudah jelas permanen kecacatannya dan terbukti tidak mampu menjadi solusi dalam mengatasi persoalan kehidupan. Wallahu a’lam bish showwab. [ry/LM]