Nasib Rakyat di Persimpangan Jalan

 Oleh : Isnawati

 

LensaMediaNews— Dinamika penanganan Covid-19 tak pernah linier, banyak kebijakan di persimpangan jalan, membutuhkan kejelian dalam mengurai faktor dan konteks dari panggung yang disuguhkan. Kebijakan yang ada selalu berpola acak, blunder dan kompleks. Fenomena yang menggambarkan dilema antara menyelamatkan ekonomi atau nyawa rakyat, hingga ada himbauan hendaknya tetap produktif walau ditengah pandemi.

 

Yang menarik untuk diberikan catatan dalam penanganan Covid-19 adalah adanya tarik menarik kepentingan ekonomi. Ditengah banyaknya korban wabah Corona Menteri Perhubungan Budi Karya Sunardi memutuskan membuka kembali akses layanan seluruh moda transportasi umum mulai Kamis 7 Mei 2020. Kelonggaran PSBB tersebut diambil guna perekonomian nasional tetap berjalan walau di tengah pandemi. Arahan tersebut muncul dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Air Langga Hartirto. (Tirto.id, 6/5/2020)

 

Kelonggaran pelaksanaan PSBB tersebut seperti gayung bersambut dengan pernyataan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Doni Monardo menyampaikan bahwa prediksi Pemerintah wabah ini akan berakhir Juni 2020 mendatang. Prediksi ini mengacu hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI), yang didirikan Denny JA. “Jika semua masyarakat disiplin dan mengikuti aturan yang berlaku, dengan begitu diharapkan aktivitas masyarakat kembali normal, tandasnya.” (Liputan6.com, 29/4/2020)

 

Kabar pandemi akan berakhir tentu membahagiakan banyak pihak terutama rakyat menengah ke bawah karena memikirkan nasibnya yang tinggal di ujung tanduk. Walaupun sebenarnya kemungkinan wabah akan berakhir dalam waktu dekat sangatlah kecil bahkan tidak mungkin. Ketidak mungkinan tersebut bisa dilihat dari sisi kepatuhan masyarakat karena kebijakan yang ada tidak menuntaskan masalah asasi. Dari sisi kebijakan yang tumpang tindih, diizinkannya TKA Cina sebanyak 500 orang masuk dari Sulawesi Utara. Bahkan ditambah lagi pernyataan bahwa pandemi akan berakhir Juni 2020 yang akan berakibat peremehan pada wabah. Kebijakan, pernyataan yang ada sering kali mengundang sengkarut yang membingungkan rakyat sebab ambigu, bersifat pengaman dan permainan politik.

 

Keraguan berakhirnya wabah dibenarkan oleh Epidemiologi dan Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedrokteran, Universitas Padjajaran, Bony Wien Lestari. Menurutnya angka pasien yang terpapar positif Covid-19 masih terus melonjak. Penanganan Covid-19 sangat kompleks dan bersifat elitis, hanya mempertimbangkan kepentingan oligarki, pelayanan yang diberikan menyeruak pesimisme sebab regulasinya adalah pertarungan lebih penting mana ekonomi atau hidup rakyat.

 

Pelonggaran PSBB lebih memprioritaskan aspek ekonomi, pernyataan wabah akan segera berakhir hanya berdasarkan penurunan angka terinfeksi virus Corona di Jakarta, tanpa melihat data di daerah lain. Ditambah lagi Bansos yang penuh polemik dan bahkan harus berlabel miskin, padahal label miskin adalah doa. Landasan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanya menjadi slogan tak bermakna.

 

Memenuhi kebutuhan rakyat adalah tanggung jawab negara tanpa harus memilah dan melilih, rakyat harus diberikan bantuan yang layak sehingga bisa menjalani masa karantina dengan lebih ringan. Bagi yang sakit hendaknya diberikan fasilitas yang sempurna agar bisa segera menjemput kesembuhannya.

 

Disinilah seharusnya prioritas negara, memberikan bantuan tanpa tersekat birokrasi yang rumit serta mempersiapkan lapangan pekerjaan pasca wabah. Dan yang lebih penting lagi mencampakkan hegemoni asing, dan tidak lagi kelaparan dan kemiskinan rakyat menjadi alat mencari panggung politik.

 

Kepastian nasib rakyat untuk mendapat keamanan, keadilan, kesejahteraan harus segera diwujudkan. Meraih peradaban yang tinggi hanya ada jika mau kembali pada Islam, politik dalam Islam adalah politik yang berlandaskan ketaatan. Dimana menempatkan jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

 

Dalam Islam tidak ada pencitraan, citra baik dan benar pada seorang pemimpin akan tampak dari akidah dan idiologi Islam. Seperti yang dicontohkan Khalifah Umar Bin Khatab, dalam kepemimpinannya jujur, pemberani, zuhud, rendah hati, rela berkorban dan mampu mengatasi semua masalah dalam bernegara.

 

Kepemimpinan dalam Islam tidak mungkin bisa hadir dalam negara yang menganut demokrasi kapitalisme sebab dari tujuan berpolitiknya saja sudah tertolak dan rusak yaitu mencapai kekuasaan. Dan yang bisa mencampakkan nasib rakyat di persimpangan jalan adalah Islam dalam naungan Khilafah ala min hajjin nubuwah.

“Agama itu adalah nasehat,” kami berkata,” untuk siapa ?” Beliau bersabda,” untuk Allah, Kitabnya, Rasulnya, Imam kaum muslim dan orang-orang kebanyakan.” (HR. Muslim)

Wallahua’lam bishawab.

[Faz/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis