Sengkarut Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Oleh : Isnawati

 

LensaMediaNews – Di tengah wabah, pemerintah pusat mengeluarkan program bantuan jaring pengaman sosial terkait Covid-19.

Bantuan tersebut melalui kementerian sosial dan sifatnya berupa bantuan sosial reguler meliputi PKH (Program Keluarga Harapan) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai).

Bantuan sosial khusus meliputi sembako untuk warga Jabodetabek, bantuan tunai sebesar enam ratus ribu rupiah untuk di luar Jabodetabek. Ada juga bantuan tanggap darurat meliputi paket sembako dan santunan kematian. Kalau Kementerian desa dan bantuannya diambil dari dana desa (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa). (Tempo, 27/4/2020)

Program-program bantuan dari pemerintah pusat terkendala pencairan, sejumlah kepala daerah menilai peraturan yang ada berbelit-belit dan menambah masalah baru. Bupati Bolaang Mongondow Timur, Sehan Salim Landjar, Kepala Desa Nglandung, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Pamuji juga mengeluhkan pencairan Bansos terkait penanggulangan Covid-19 belum ada yang terealisasi.

Mekanisme penyaluran bantuan tersebut diharuskan tertib administrasi dan punya rekening bank. Syarat utama, penerima BLT bukan penerima Bansos dari kementerian lain. Hal ini sangat ribet sebab desa harus menyisir mana data warga yang masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang akan mendapat Bansos dari Kemensos dan mana yang non DTKS untuk diberi dana BLT dari Desa.

Sengkarut dan berbelit-belit, membingungkan rakyat, terlebih lagi RT dan RW yang bersinggungan langsung dengan masyarakat penerima.

Dana yang ada terbatas sedangkan yang membutuhkan banyak. Karena data yang masuk saat ini tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Banyak kemungkinan yang terjadi, mungkin ada yang sudah meninggal, atau ada yang semula tidak masuk kategori miskin tetapi karena ada wabah Corona menjadi miskin, karena kehilangan pekerjaan dan ada juga alasan-alasan lain.

Ditambah lagi rakyat bisa segera menerima bantuan jika memenuhi 14 syarat, padahal 9 syarat saja sulit dipenuhi tapi bukan berarti tidak membutuhkan.

Sungguh miris pelayanan di negeri kapitalis, walaupun katanya tongkat jadi tanaman, tetapi untuk makan saja sangat sulit. Bantuan untuk rakyatnya ditarik ulur, dan tampak setengah hati. Alhasil sengkarut dalam mengatur bantuan Covid-19 semakin meyakinkan wajah asli peradaban sekuler.

Negara demokrasi sangat rusak. Kental sekali perhitungan ketika harus memenuhi kebutuhan rakyat, bantuan hanya ibarat PHP karena terganjal birokrasi.

Untuk memberikan bantuan harus dipilah dan dipilih padahal semua rakyat ikut terdampak adanya virus Corona. Akibat dari kelalaian penguasa, virus menyebar dan memakan korban.

Solusi dan penanganan yang setengah-setengah dari negara. Ada banyak pihak yang memprediksi bahwa wabah Corona akan berlangsung lama, yakni hingga akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi pasti minus dan kelaparan dimana-mana.

Sebenarnya krisis pangan dan kelaparan bisa saja terjadi kapanpun, yang berbeda adalah pelayanan penguasa pada rakyatnya. Dalam Islam politik bantuan meliputi menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat, menjaga cadangan kebutuhan rakyat dan mendistribusikan secara adil. Memang kebutuhan individu rakyat berbeda-beda tetapi ketika standarnya iman dan takwa, tentu rakyat dan pejabat daerahnya tidak akan pernah mencari kesempatan dalam kesempitan, terlebih pada masa pandemi seperti saat ini.

Sengkarutnya saat ini karena kita menganut sistem demokrasi kapitalisme yang tidak akan menemukan orang-orang yang amanah sebab terbentur kepentingan.

Perubahan sistem harus segera dilakukan, dan dari sinilah akan hadir pemimpin-pemimpin yang kuat, yang berkarakter, yang mampu berfikir cemerlang.

Rasulullah dan para Khalifah sudah memberikan contoh cara-cara memberikan pelayanan dan kasih sayang kepada rakyatnya. Kegemilangan peradaban Islam adalah bukti sejarah yang mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyat. Dan semoga Ramadan saat ini adalah bulan terakhir tanpa Khilafah.

Dan akan datang para pemimpin, jika mereka diminta untuk mengasihani (rakyat) mereka tidak mengasihani, jika mereka diminta untuk menunaikan hak (rakyat), mereka tidak menunaikannya, dan jika mereka disuruh berlaku adil mereka menolak keadilan. Mereka akan membuat hidup kalian dalam ketakutan dan memecah belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak suka. Serendah-rendahnya hak kalian adalah tidak mengambil pemberian mereka dan tidak kalian menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani)

Wallahu a’lam bis swab.

 

[el/LM] 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis