Oligarki Anggaran di Tengah Ancaman Kelaparan

Oleh : Lina Revolt

(Aktivis Muslimah Baubau)

 

Lensa Media News – Pandemi Covid 19 seolah masih enggan meninggalkan negeri ini. Impactnya sudah mulai dirasakan dimana-mana. Ancaman kelaparan mulai menimpa sebagian rakyat negeri ini.

Sebagaimana yang menimpa ibu Yuli warga Kelurahan Lontarbaru, Kecamatan Serang, Banten yang meninggal akibat kelaparan, setelah dua hari bertahan hanya meminum air galon. Meski beritanya viral. Namun, keluarga ibu Yuli tetap tidak bisa mendapatkan dana bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah. Pasalnya, menurut Ketua RT setempat, berkas keluarga Ibu Yuli ditolak lantaran tertulis kepala keluarga bekerja sebagai petugas kebersihan, yang dikira sudah mendapatkan gaji setiap bulan (Wartaekonomi.co.id, 21/4/20).

 

Menilik Dugaan Oligarki Anggaran

Apa yang menimpa ibu Yuli, adalah akibat lambatnya pemerintah dalam penanganan wabah. Sekaligus bantuan yang harusnya diterima syaratnya berbelit dan tidak tepat sasaran. Rakyat menghadapi dilema “di luar corona, di dalam rumah kelaparan”.

Rakyat negeri ini memang telah lama merana, bak yatim piatu tiada tempat mengadukan nasib.

Namun,disaat ancaman kelaparan mulai menimpa, aroma oligarki anggaran justru menjadi sorotan. Banyak pihak yang mencurigai adanya oligarki anggaran pada proyek pelatihan online sebagai program kartu pekerja yang melibatkan salah satu stafsus milinial presiden. Proyek senilai 5,6 triliun itu, berpeluang diselewengkan karena proyek yang dijalankan sama sekali tidak nyambung dengan penanganan Covid-19.

Dugaan oligarki anggaran juga terjadi pada stafsus presiden yang lain dalam proyek penanganan wabah yang melibatkan perusahaan miliknya. Proyek ini terangkat, saat si stafsus terbukti menyalahgunakan jabatannya, dengan mengirim surat ke sejumlah kecamatan agar mau mendukung proyek yang melibatkan perusahaannya.

Mirisnya, disaat yang sama, pemerintah malah memangkas anggaran tunjangan guru. bahkan menjadikan dana abadi pendidikan sebagai salah satu sumber dana penanganan Corona yang disebutkan dalam perpu anggaran penanganan Corona yang baru saja disahkan.

 

Oligarki Anggaran Buah Kapitalisme

Istilah oligarki berasal dari bahasa Yunani “oligarkhes“, yang berarti diperintah atau diatur oleh beberapa orang (Wikipedia).

Praktik oligarki sudah lama subur di negeri ini. Kita bisa melihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan, hingga perilaku dan wacana politik yang berkesinambungan dengan kepentingan sekelompok elit kekuasaan dan korporasi.

Mirisnya, praktik oligarki malah terjadi saat amburadulnya penanganan wabah. Alih-alih mengeluarkan dana besar demi membantu rakyat bertahan hidup saat lockdown, Anggaran malah dikucurkan lebih banyak untuk mendukung pelatihan bisnis online, sungguh tidak nyambung dengan akar permasalahan.

Oligarki kekuasaan sulit untuk dihilangkan selama bangsa ini masih setia mengadopsi sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Karena demokrasi memang membuka peluang lebar terbukanya oligarki kekuasaan. Lihat saja, setiap berganti kepemimpinan, bagi-bagi kue kekuasaan selalu meramaikan puncak pesta demokrasi.

Ujung-ujungnya rakyat kembali menjadi korban. Sistem kapitalisme menjadikan kehidupan bak di alam bebas. Siapa yang kuat, maka bertahan dan siapa yang lemah, harus rela terlindas zaman.

 

Efektivitas Anggaran Penanganan Wabah dalam Islam

Islam sebagai agama yang rahmat, tidak hanya mengatur urusan ibadah namun juga mampu menyelesaikan seluruh masalah manusia. Tentu saja, karena aturan Islam datang dari pencipta manusia.

Bicara anggaran penanganan wabah dalam negara Islam, dikutip dari Kitab Sistem Keuangan karya syaikh Abdul Qadim Zallum, Pada Bab Belanja Negara, dijelaskan bahwa di dalam negara khilafah sudah ada seksi khusus yang menangani bencana termasuk wabah, yang disebut dengan Seksi Gawat Darurat (Ath-Thawaari) .

Seksi ini bertugas mengatur anggaran penanganan wabah dan memberikan bantuan kepada rakyat atas setiap kondisi darurat/mendadak seperti bencana alam dan wabah. Pos anggaran diambil dari baitul mal dari pos fai dan kharaj, dan harta kepemilikan umum. Jika pos ini kosong maka negara akan meminta kerelaan dari para aghnia (orang-orang kaya dari kaum muslimin) untuk memberikan infaq terbaiknya. jika benar-benar terjadi kekosongan baitul mal. Barulah negara memungut pajak dari orang -orang kaya saja untuk memenuhi pos ini.

Sebagaimana diceritakan dalam buku The Great leader of Umar bin Khatab, Kisah kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah Kedua, bahwa Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan membuat posko – posko bantuan dalam menangani wabah yang terjadi di masanya.

Disaat pandemi Covid-19 melanda ini, sudah seharusnya pemerintah bercermin pada Islam. Memaksimalkan Sumber daya alam yang melimpah sebagai sumber dana penanggulangan wabah. Bukan malah bergantung pada IMF dan Bank Dunia, yang malah semakin menjerat bangsa ini dalam kubangan hutang riba tak berkesudahan.

Wallahu a’lam bishowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis