Puasa dan Takwa di Tengah Wabah
Oleh : Eni Imami, S.Si
(Komunitas Penulis Jombang)
LensaMediaNews – Alhamdulillah, selayaknya umat Islam bersyukur karena sudah berada di bulan Ramadhan 1441 H. Tentu semua berharap dapat beribadah dengan maksimal di bulan yang penuh berkah meski di tengah wabah. Dalam keharuan melepas rindu dengan Ramadhan, juga terbesit perasaan was-was karena ancaman wabah. Ini menjadikan Ramadhan sekarang benar-benar berbeda.
” Siapa saja yang puasa Ramadhan dengan landasaniman dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT, niscaya Dia mengampuni dosa-doanya yang telah lalu” (HR. Ahmad).
Puasa di Tengah Wabah
Untuk memutus penyebaran wabah Corona, selain penerapan social distancing masyarakat juga dihimbau untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Karena tubuh yang kuat menjadi imun melawan virus. Namun, bukan berarti ini menjadi alasan untuk tidak puasa bagi yang sehat. Karena puasa merupakan ibadah yang diwajibkan Allah SWT pada bulan Ramadhan.
Apa yang harus dilakukan agar ibadah puasa bisa optimal di tengah wabah? Untuk melakukan sesuatu butuh adanya kemampuan dan kemauan. Perkara yang Allah SWT wajibkan atas manusia bukanlah perkara diluar kemampuannya. Bahkan Allah SWT juga memberikan rukhsah (keringanan) bagi golongan tertentu untuk mengganti kewajibannya.
Sedangkan kemauan muncul karena adanya dorongan. Dari sekian macam dorongan, yang tertinggi adalah dorongan iman. Manakala iman menjadi dasar perbuatan, maka seberat apapun rintangan dan kendala dalam menunaikan kewajiban tidak akan melemahkan semangat dalam memberikan ibadah yang terbaik.
Berpuasa dalam kondisi wabah menjadi momen menempa kesabaran, bulan untuk banyak bertaubat dan menata kembali ketaatan kepada Allah SWT. Dengan keterbatasan gerak di luar rumah, banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk lebih dekat dengan keluarga, banyak berinteraksi dengan Alquran, taqarub illalah, menuntut ilmu dengan banyak membaca buku, mengkaji Islam, ikut kajian-kajian online, tentu juga turut dalam aktifitas amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam keterbatasan dana, karena penghasilan menurun tapi pengeluaran besar, Ramadhan menjadi momentun kepedulian sosial. Menahan untuk menekan pengeluaran dan terdorong untuk bisa berbagi dengan sesama. Maka membuat list rancangan belanja prioritas sangat diperlukan. menyusun strategi bagaimana fisik dan mental senantiasa fit. Keyakinan akan rezeki Allah benar-benar akan teruji. Rezeki akan harta, kesehatan, dan ketenangan jiwa.
Meraih Takwa di Tengah Wabah
Ramadhan di tengah wabah tak boleh memalingkan dari tujuan puasa, yakni terbentuknya hamba-hamba yang bertakwa. Firman Allah SWT:
” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” (QS. Al-Baqarah:183).
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafasir menjelaskan makna “la’allakum tattaqun” yakni: agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk bertakwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya ( Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, l/180)
Takwa tidak otomatis terbentuk meski sudah berpuasa. Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apapun selain rasa laparnya saja. Wajar saja sudah puluhan kali berpuasa Ramadhan tapi ketakwaannya nol. Sungguh merugi jika demikian.
Puasa itu menahan diri tidak hanya pada perkara yang diharamkan, tapi juga pada perkara yang dihalalkan hingga waktu tertentu. Artinya nafsu manusia benar-benar dikendalikan karena ketaatannya kepada Allah SWT. Baik dalam kondisi terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Di masa wabah, dimana waktu banyak di rumah bukan berarti terbatas untuk melakukan amal shaleh. Buat program bersama keluarga dengan tadarus bersama, mengkaji Islam sebagai bentuk pembinaan dalam keluarga. Juga buat program untuk kebaikan umat dengan membuat kajian online, atau merancang konten-konten dakwah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Menerapkan Syariah Mewujudkan Ketakwaan
Menjadikan halal dan haram standar kehidupan merupakan kunci mewujudkan ketakwaan. Bukan takwa jika shalat dan puasa Ramadhan dilaksanakan tapi masih masih bermualah dengan riba, melakukan suap, korupsi, menzalimi rakyat, apalagi menolak penerapan syariah kaffah.
Halal dan haram dalam kehidupan hanya bisa diterapkan ketika syariah Islam secara totalitas baik secara individu, masyarakat dan bernegara. Artinya, syariah dijadikan dasar perundangan dalam bernegara. Tentu saja pelaksanaannya juga membutuhkan pemimpin yang bertakwa.
” Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya kami akan membukakan bagi mereka pintu-pintu keberhakan dari langit dan bumi” (QS. al-A’raf:96).
Ketakwaan diwujudkan tak sebatas di bulan Ramadhan saja tapi totalitas sepanjang kehidupan manusia. Hanya saja semua ini bisa terwujud jika semua mau berubah kepada sistem kehidupan Islam. Sebagaimana yang telah diterapkan oleh Rasulullah Saw serta dipraktekan oleh para sahabat dan generasi kaum muslimin setelahnya. Yakni menjadikan syariah Islam sebagai landasan institusi bernegara yang disebut dengan sistem Khilafah.
Wallahu ‘alam bish shawab.
[ry/LM]