Tergesa UU Minerba di Tengah Pandemi Corona, Ada Apa?

Oleh: Hana Salsabila AR.

(Komunitas Setajam Pena)

 

LensaMediaNews – Pada saat pandemi Corona seperti ini, yang mana masih menjadi fokus penanganan di tengah masyarakat, DPR RI dikabarkan akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba no. 4 tahun 2009 pada tanggal 8 April. Peneliti tambang energi, Auriga Iqbal Damanik menyebut, RUU minerba ini akan memuat perubahan pasal 169 sebagai upaya pemutihan renegosiasi kontrak-kontrak Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sehingga hanya akan menguntungkan para pengusaha tambang. Pengesahan RUU tambang di tengah pandemi Corona ini dinilai melanggar secara proses dan substansinya.

Kombinasi absennya pengutamaan kepentingan bangsa dengan ketergesaan pembahasan revisi UU Minerba tak dapat dihindari merebakkan aroma tak sedap. Mengapa tergesa mengesahkan revisi UU Minerba? Ada tujuh maskapai pertambangan batu bara besar yang akan segera terminasi (berakhir masa kontrak). Umumnya merupakan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama dengan kapasitas produksi terbesar.

Upaya DPR mengesahkan RUU minerba di tengah pandemik Corona memperlihatkan watak rezim saat ini yang kapitalis. Hanya menguntungkan segelintir elit (kapitalis) dan lalai terhadap kemaslahatan rakyat. Mereka oportunis di tengah wabah, bahkan hilang empati terhadap rakyat.

Saat ini rakyat tengah kelimpungan menghadapi korban yang terus berjatuhan akibat Corona dan berharap bantuan dari pemerintah. Sementara rakyat diabaikan, pemerintah malah disibukkan dengan pengesahan RUU minerba yang sebetulnya tidak dibutuhkan rakyat, namun itu menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu.

Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya adalah milik rakyat dan dikelola untuk rakyat, saat ini diperbolehkan dikelola dan dimiliki oleh individu. Padahal, seandainya pemerintah memanfaatan SDA itu bisa diberikan pada rakyatnya agar rakyat pengangguran tetap dapat pekerjaan. Selain itu, hasil pemanfaatan SDA tersebut seharusnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk dikonsumsi oleh individu.

Gagalnya pemerintah dalam meriayah rakyat ialah satu dari sekian akibat gagalnya sistem kapitalisme. Mulai dari harta publik yang dibiarkan bahkan diperbolehkan dimiliki individu sampai lalainya pemerintah terhadap rakyat yang gelagapan menghadapi pandemi Corona.

Maka dari itulah, pentingnya kesadaran publik akan kegagalan dan bobroknya sistem saat ini. Kapitalisme hanya akan membuat kebobrokan karena sistemnya yang telah gagal. Embel-embel demokrasi hanya sebuah perisai di balik gagalnya program kapitalis ini. Yang katanya hak dari rakyat untuk rakyat, buktinya hak dari rakyat untuk individu.

Sebab kapitalisme pula, pemerintah menjadi abai terhadap wewenang melayani rakyat. Pemerintah cenderung condong melayani kepentingan para elit kapitalis yang menguntungkan mereka. Sementara rakyatnya dibiarkan menderita begitu saja menghadapi pandemi.

Maka umat perlu perubahan dan butuh sistem serta peraturan yang sistematis. Dan itu hanya ada pada sistem Islam. Berubah dan beralih pada sistem yang telah dicontohkan oleh Islam. Baik dalam hal pengurusan urusan rakyat hingga pengelolaan SDA. Rasulullah bersabda :
Manusia berserikat dalam 3 hal, yakni air, padang gembala dan api.” (HR. Abu dawud dan Ahmad)

Dalam konteks ini, maka jelas jika SDA merupakan harta yang seharusnya dikelola dan dimanfaatkan untuk publik bukan untuk individu saja. Pemanfaatan SDA sendiri dibagi menjadi 2 yakni dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat, seperti air, padang rumput, jalanan, dll. Namun, negara tetap mengawasi agar meminimalisir terjadinya kemudharatan dalam penggunannya. Yang kedua ialah pemanfaatan di bawah negara, seperti SDA tambang dan sejenisnya, yang tidak dapat dikelola oleh individu rakyat secara langsung. Karena keterbatasan teknologi dan keahlian. Adapun hasilnya nanti akan kembali lagi pada masyarakat secara umum.

Maka, demikianlah ketika pemanfaatan SDA dalam Islam. Terbukti bahwa dalam Islam, pemerintah benar-benar bertanggungjawab untuk melayani rakyat. Tugas pemerintah adalah untuk meriayah, bukan membuat rakyat susah.

Wallahu a’lam bishowab.

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis