Kebebasan Mengundang Polemik

Oleh: Isnawati

 

LensaMediaNews— Banyak orang meneriakan kebebasan untuk mencapai suatu kebahagiaan, tidak terkungkung dan bebas melakukan apapun tanpa beban. Kebebasan juga menjadi cita-cita para narapidana, namun kebebasan ini mengundang polemik.

 

Alasan pembebasan narapidana disebabkan kondisi di sejumlah lapas tahanan sudah kelebihan kapasitas dan untuk penghematan anggaran negara. Situasi ini juga dikuatirkan bisa menambah penyebaran Covid-19.

 

Pembebasan narapidana direalisasikan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Melalui program asimilasi pembinaan dan integrasi, narapidana yang sudah dibebaskan berjumlah 36,554 jiwa. CNN Indonesia (11/4/2020)

 

Banyak kalangan menganggap keputusan pembebasan napi tidak tepat dengan berbagai argumentasinya. Alasan tersebut di antaranya karena sampai dengan keputusan pembebasan napi itu sendiri, belum pernah ada berita yang menyebutkan napi terindikasi positif Corona, artinya langkah yang diambil tidak sejalan dengan fakta yang ada.

 

Ketidaktepatan juga dilihat dari sisi waktu, di masa wabah sedang berkembang ke seluruh penjuru dunia, yang semestinya dirumahkan malah dibebaskan.

 

Kecurigaan ada pihak yang sedang memanfaatkan keadaan demi kepentingan segelintir golongan tidaklah berlebihan.

 

Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis daftar narapidana kasus korupsi sebanyak 22 orang. Ada nama koruptor kasus kakap yang berpotensi bebas, di antaranya terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto dan mantan hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Menteri hukum dan HAM sedang berusaha membebaskan narapidana kasus korupsi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga Binaan Pemasyarakatan. Tempo (03/04/2020)

 

Pendapat ini juga ditolak oleh Menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan mengatakan, tidak semua napi koruptor akan bebas. Pertimbangannya adalah kemanusiaan, kriteria yang dibebaskan usia 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan, sebab usia di atas 60 tahun imunnya lemah. Kompas.com (04/04/2020)

 

Narasi negara yang menganut Kapitalisme selalu blunder, menyelesaikan masalah yang satu mengundang masalah yang lain. Mengangkat satu sisi mengabaikan sisi yang lain, intinya tidak mau mengurus urusan rakyat secara tuntas. Narapidana lanjut usia juga kewajiban negara untuk memberikan jaminan hidup dan kesehatan.

 

Membonceng setiap momen untuk mencapai kepentingan adalah watak demokrasi kapitalisme. Alasan kemanusiaan, over kapasitas, mengirit anggaran, tidak disadari sebagai kesalahan dalam meletakkan landasan pengaturan sebuah negara. Manusia yang tidak memanusiakan manusia sehingga banyak kriminalitas yang berakibat over kapasitas dan memakan anggaran negara bermula dari sistem ekonomi rusak dan merusak.

 

Sistem ekonomi kapitalistik menjadikan perdagangan industri dan alat-alat produksi dikendalikan pemilik modal. Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi, alhasil sumber daya alam hanya dikuasai segelintir golongan. Dari sinilah korupsi lahir, rakyat hanya menjadi penonton yang mendorong kriminalitas karena kesenjangan yang sangat mencolok.

 

Konsep ekonomi Kapitalisme merusak tatanan kehidupan rakyat, mulai dari kalangan bawah hingga rakyat jelata.

 

Berbeda dengan konsep ekonomi Islam, sebelum menjatuhkan sebuah hukuman upaya preventif sudah ditata dan dilaksanakan dengan ketaatan. Pengaturan kebutuhan rakyat dilandasi taat kepada Sang Pencipta dan Pengatur Kehidupan termasuk masalah kepemilikan.

 

Ada kepemilikan umum, kepemilikan negara, pengelolaan dan distribusi kekayaan ke tengah-tengah rakyat sesuai syariah Islam. Jika rakyat terpenuhi kebutuhan hidupnya, kriminalitas sangat kecil tidak akan ada istilah over kapasitas, seandainya terjadi pencurian atau korupsi negara akan menjatuhkan hukuman berupa potong tangan.

 

Hukuman dalam Syariah Islam berfungsi sebagai efek jera dan penebus dosa. Kerusakan kapitalisme sangat luar biasa, membebaskan narapidana berarti menciptakan masalah baru. Hal ini terbukti bagaimana rakyat merasa was-was, merasa perjuangan KPK tidak dihargai dan menjadi kegaduhan.

 

Para pemegang kekuasaan harus segera mengakui bahwa kegagalan demi kegagalan dalam menyejahterakan rakyat, memberi rasa aman dan keadilan sudah di depan mata. Kembali kepada Syariah Islam tidaklah terlambat dan menjadikan Islam sebagai solusi. Kepercayaan rakyat harus dibalas dengan memberikan kesejahteraan, keamanan, keadilan ditengah kondisi apapun.

 

Rakyat hanya menginginkan kebutuhannya terpenuhi, keamanannya terjamin, keadilan ditempatkan di posisinya. Cita-cita dan keinginan rakyat bisa terpenuhi jika Penguasa mau melemparkan kesombongannya dan kembali pada pengaturan Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Dalam naungan Khilafah ala min hajjin nubuwah menuju Rahmatan Lil Alamin. 

 

Satu hari di bawah pemimpin yang adil lebih utama daripada ibadah 60 tahun, dan satu had (hukuman) yang ditegakkan di bumi sesuai haknya lebih baik dari hujan 40 tahun.”

Wallahu a’lam bis swab. [El/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis