Tunjangan bagi Rakyat di Tengah Wabah, Solusi ataukah Citra Diri?

Oleh: Nurintan Sri Utami, M.Si

 

LensaMediaNews— Berbagai kesulitan tengah melanda negeri. Tak terkecuali dampak wabah virus Covid-19 yang menjadi prioritas untuk disolusikan. Maka dengan segala pertimbangan, pemerintah akhirnya buka suara terkait solusi atas dampak ekonomi selama wabah.

 

Relaksasi kredit bagi pekerja informal dan UMKM, penambahan jumlah tunjangan PKH dan kenaikan bantuan sosial sembako sebesar lima puluh ribu per bulan (cnnindonesia.com, 29/3/2020). Bantuan selama empat bulan untuk korban PHK dan penerima kartu prakerja (tribunnews.com, 3/4/2020).

 

Serta pelonggaran PPH untuk pekerja dan badan usaha tertentu, serta listrik gratis/diskon bagi pengguna daya 450 VA dan 900 VA (tirto.id, 31/3/2020) dipilih sebagai solusinya.

 

Melihat beberapa kebijakan yang diambil, maka insentif-insentif yang diberikan tidak begitu berpengaruh terhadap ekonomi rakyat secara keseluruhan, sebab tunjangan/insentif itu hanya menyasar sebagian kecil rakyat. Program hanyalah lanjutan dari program sebelumnya untuk penerima subsidi.

 

Hal ini tampak tak efektif melihat dampak lesunya ekonomi dirasakan hampir seluruh warga di Indonesia karena tidak cepatnya pemerintah mengambil langkah karantina wilayah. Alhasil, wabah semakin meluas ke berbagai penjuru wilayah dan berakibat melumpuhkan aktivitas ekonomi negeri.

 

Rakyat pun tidak begitu saja dapat menerima bantuan, masih ada prasyarat berbelit yang harus dipenuhi. Ini menjadikan rakyat berpikir dua kali untuk memanfaatkannya. Terlihat respon masyarakat juga kurang puas terhadap kebijakan pemerintah.

 

Contohnya di laman Instagram PLN dibanjiri komentar netizen bahwa rakyat kena prank pemerintah. Buktinya pengguna daya 900 VA tidak serta merta bisa mendapatkan diskon karena yang bisa mendapatkannya hanyalah yang telah tercatat sebagai penerima subsidi sebelumnya.

 

Demikian juga bagi pengguna 450 VA harus bersabar untuk mendapatkan listrik gratis karena sulitnya mengakses website dan tidak adanya tanggapan dari pihak PLN ketika menghubungi lewat nomor Whatsapp. Tak sedikit pula yang mengeluh tidak mampu membayar listrik karena sudah di PHK dari tempat kerja.

 

Inilah sebagian bentuk kekecewaan rakyat terhadap kebijakan yang terkesan tak solutif bagi rakyat secara keseluruhan. Alih-alih memikirkan keberlangsungan hidup rakyatnya, pemerintah terkesan hanya pamer kebijakan. Pemerintah ingin menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap wong cilik.

 

Seolah citra baik berusaha ditampilkan untuk menjaga keberlangsungan kekuasaannya. Citra diri pemerintah memang diperlukan untuk membangun kewibawaan agar rakyat mau mematuhi setiap keputusan pemerintah. Namun, justru pembentukan citra ini menimbulkan masalah kemudian hari, karena kebijakan yang diambil selalu mengecewakan tiap kali dieksekusi.

 

Seolah pemerintah hanya ingin menunjukkan citra baik dengan balutan janji manis pada rakyat. Rasanya citra baik akan sulit terbentuk di benak rakyat hari ini karena kebijakan yang diambil pemerintah hanya akan meredam secara temporer kejengkelan rakyat terkait ketidakberdayaan mereka menghadapi situasi ekonomi yang makin tak menentu.

 

Sedangkan, kebutuhan hidup rakyat harus terus dipenuhi tiap hari. Bahkan jika situasi ini terus terjadi, tingkat stres dan beban hidup rakyat dapat mengalami peningkatan. Kini, rakyat hanya butuh bukti bukan pencitraan diri.

 

Hal ini sungguh bertolak belakang dengan pemerintahan Islam karena pemerintahnya wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya setiap saat. Pun ketika wabah melanda, pemerintah sebagai pengurus rakyat wajib memastikan kebutuhan pokok rakyat tercukupi hingga wabah berakhir.

 

Jaminan kemudahan bagi rakyat dalam mengakses pelayanan publik seperti listrik juga harus diberikan tanpa memandang kaya ataupun miskin. Sehingga kondisi mental rakyat tidak dibebani lagi oleh kondisi ekonomi. Rakyat dapat fokus meningkatkan kualitas kesehatan diri tanpa melupakan kualitas keimanan kepada Allah, sang penyembuh segala penyakit.

 

Segala biaya untuk mengatasi wabah diambil dari kas negara, jika negara tidak sanggup menutupi biaya tersebut, maka negara berhak memberlakukan pajak bagi orang-orang kaya dan membuka pintu sedekah.

 

Beginilah seharusnya pemerintah atau negara itu berfungsi, yaitu sebagai pengurus urusan rakyat. Bukan hanya sibuk membangun citra diri tapi nyatanya gagal dalam menjamin kebutuhan rakyat. [EL/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis