Pandemi : Program IKN On Track, Pemerintah Step Back?

Oleh : Ayu Ramadhani

(Aktivis The Great Muslimah Community)

 

LensaMediaNews – Wacana pemindahan IKN (Ibu Kota Negara) adalah wacana lama yang mencuat kembali dan resmi berjalan diawali dengan pengumuman lokasi IKN baru oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 lalu (antaranews.com, 24/1/20). Namun, dengan fakta pandemi Covid-19, masihkah rencana tersebut tetap dijalurnya? Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan memastikan persiapan pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur terus berjalan di tengah sentimen pandemi virus Corona (Bisnis.tempo.co, 25/3/20).

Untuk melanjutkan proses pemindahan ibu kota ini setidaknya menelan dana Rp 466 triliun. Dana tersebut juga tidak sepenuhnya berasal dari anggaran, namun juga pihak swasta (26,2%) dan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (54,6%). Kebijakan pemerintah untuk tetap menjalankan program ini terus menuai penolakan publik. Dengan keadaan Indonesia yang juga terimbas pandemi global, sudah seharusnya pemerintah meletakkan prioritas untuk mencegah dan mengatasi wabah. Bukankah hari ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa rakyat? Untuk apa ibu kota negara baru berdiri tetapi rakyat habis tersapu pandemi?

Program pemindahan IKN bukanlah program yang bersifat urgent yang jika tidak terpenuhi sekarang akan mendatangkan situasi darurat. Apalagi di tengah kondisi pandemi seperti ini, sifatnya bahkan tak menjadi penting, ada sekitar 230 juta jiwa rakyat yang harus diselamatkan. Program pemindahan IKN yang melibatkan banyak pihak swasta, pengusaha dan asing dalam penggalangan dananya sudah tentu mengharuskan negara balas budi. Pemindahan IKN akan mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah, pengusaha dan asing.

Pemerintah tidak bisa menunggu lama untuk meraup keuntungan dan mengembalikan modal para investor. Belum lagi lahan segar ibu kota negara baru akan menarik mata investor lainnya untuk menanamkan modalnya. Semakin tampak bahwa pemerintah dalam sistem ini berpihak penuh kepada para elit kapitalis. Dalam pemerintahan yang tersistemi dengan sistem kapitalis-sekular kebijakan yang ada dan prioritas tertinggi terletak pada kepentingan pengusaha dan asing. Negara dengan sistem ini akan memberikan layanan bagi pemilik modal yang mengucurkan dana yang menjanjikan.

Menjadi tujuan negara untuk menjaga keselamatan rakyatnya, melindungi dan mensejahterakan kehidupannya. Maka, seharusnya segala kebijakan yang ada, bermuara pada kebutuhan rakyat. Hari ini yang dibutuhkan rakyat adalah uluran tangan untuk nyawa mereka dan sesuap nasi untuk menyambung hidup. Namun sayang, jauh panggang dari api. Alih-alih melayani, pemerintah dan kebijkannya malah ingkar janji. Kebijakan ini tentu telah salah meletakkan prioritasnya. Seharusnya penanganan Covid-19 menjadi prioritas utama dibandingkan program lain, termasuk rencana pemindahan ibu kota. Anggaran dan sumber daya negara seharusnya semaksimal mungkin diarahkan untuk penanganan wabah tersebut. Terlebih lagi tingkat kematian di Indonesia karena pandemi sudah menyentuh angka 8,63%.

Penanganan pandemi Covid-19 ini dapat dilakukan dengan mengkarantina rakyat yang terpapar ringan dan merawat mereka yang butuh penanganan medis. Negara juga harus menjamin kebutuhan hidup rakyatnya, baik yang terpapar atau tidak. Disusul dengan upaya terus menerus untuk mencari penawar dari virus ini. Hal tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit dan alokasi yang tepat. Serta melayani rakyatnya tanpa prinsip untung-rugi. Tentu hal ini dapat dilakukan dengan sempurna jika Islam terterap secara kaffah dalam bingkai khilafah. Karena negara harus memiliki kekuatan, kekayaan dan kekuasaan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.

Dalam Islam, negara dan pemimpin adalah perisai bagi rakyatnya. Maka dalam keadaan yang seperti ini Negara harus meletakkan keselamatan rakyat sebagai prioritas tertinggi. Khilafah yang dipimpin oleh khalifah akan melakukan tindakan yang dapat mencegah dan mencari penawar virus ini. Rakyat juga dipermudah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukan hal yang sulit bagi khilafah untuk melakukan itu, karena Negara yang sistemnya bersumber dari Alquran dan As-Sunnah ini, memiliki ketahanan yang luar biasa apatah lagi aspek ekonominya. Khilafah memiliki kuasa sendiri untuk menjalankan roda pemerintahannya dan melahirkan kebijkan demi rakyatnya, bukan atas dasar kepentingan asing dan pemilik modal lain. Begitu lah negara dengan penerapan Islam-nya yang paripurna.

Ekonomi yang runtuh bisa dibangun kembali. Namun, dimana tanggungjawab negara atas hilangnya nyawa rakyat yang terimbas pandemi? Padahal, pertiwi yang kaya ini mampu melakukan pencegahan bahkan sejak dini. Dengan fakta hari ini meski program IKN on track, bukankah pemerintah seharusnya step back? Masihkah kita berpegang pada sistem rapuh nan hina ini?

Wallahu’alam bish showab.

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis