Pengenaan Cukai Minuman Berpemanis
Pemerintah berwacana memungut cukai dari minuman berpemanis. Selain menambah penerimaan negara. Alasan kesehatan menjadi tujuan utama pengenaan cukai. Agar masyarakat membatasi konsumsi terhadap barang-barang tersebut, yang dinilai berpotensi menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes dan obesitas.
Namun, pihak Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menolak rencana itu karena berpotensi menurunkan pendapatan masyarakat kecil dan menengah. Pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan. Sebab, pengenaan cukai dinilai bukan menjadi solusi untuk menekan diabetes atau pun obesitas.
Dalam Islam, makanan/minuman boleh dikonsumsi selama memenuhi dua kriteria, yaitu halal dan thoyyib. Thoyyib berarti baik dikonsumsi karena tidak membahayakan fisik dan akal. Jika minuman berpemanis dianggap membahayakan tubuh, maka negara wajib melindungi warganya dengan memberikan jaminan produk halal dan baik.
Adapun Islam memandang cukai/pajak tidak dijadikan sumber pendapatan negara. Pajak dipungut hanya dalam kondisi darurat ketika kas negara kosong atau kurang. Padahal pada saat itu negara membutuhkan banyak pembiayaan yang jika tidak segera ditangani akan menimbulkan bahaya bagi warga negara. Pajak hanya dipungut dari warga negara muslim yang mampu dan diambil tidak lebih dari yang dibutuhkan. Serta bersifat sementara, artinya jika kondisi darurat sudah teratasi maka pajak harus dihentikan. Sehingga pajak dalam Islam tidak akan menyusahkan dan menzalimi rakyat kecil.
Nurul Aqidah
(Muslimah Ideologis, Bogor)
[el/LM]