Sejahtera di Kerajaan Abal-Abal
Oleh : Isnawati
LensaMediaNews— Seorang pria bernama Toto Santoso mengklaim dirinya sebagai Raja Keraton Agung Sejagat di Purworejo. Munculnya Keraton Agung Sejagat telah menghebohkan publik dari berbagai kalangan.
Fenomena tersebut menandakan semakin banyak orang yang berhalusinasi untuk mencapai kesejahteraan. Toto dan pengikutnya hanyalah salah satu contoh pendiri kerajaan abal-abal. Sunda Empire di Bandung, Kerajaan Ubur-ubur di Banten, Serang, Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Gerakan Fajar Nusantara di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Kerajaan Lia Eden di Jakarta. Tak tanggung-tanggung kerajaan-kerajaan tersebut menginginkan perkumpulannya sebagai pengatur pemerintahan dunia.
Frustasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat tidak bisa dianggap enteng. Mencukupkan hanya sebatas ditanya apa motivasi dan pembinaan pada pelaku tidaklah cukup. Fenomena ini sangat berbahaya sebab menjadi bukti adanya perjalanan panjang yang melelahkan. Jenuh dan buntu dalam menggapai orientasi hidup.
Fenomena kerajaan abal-abal adalah fenomena yang memanfaatkan cara berfikir irasionalitas. Pengikut yang banyak bahkan ratusan yang terperdaya hasil dari memanfaatkan situasi orang yang jauh dari iman. Deprivasi yang relatif tinggi, harapan yang melambung tinggi, cita-cita yang tinggi padahal dunia nyata yang dihadapi tidak menanggapi, menjadi kenyataan pahit.
Irasionalitas menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan dari perubahan sosial masyarakat. Masyarakat yang jengah tidak ada alternatif lain ditengah pelayanan negara yang abai, irasionalitas akan menggelitik dan menjadi sebuah solusi.
Irasionalitas, kultural yang kuat dalam masyarakat dilandasi sebuah konsep. Konsep ratu adil yang sudah tertanam dan diyakini mampu menghadirkan sosok pemimpin yang didambakan memberikan dorongan sebuah gerakan. Komodifikasi antara faktor ekonomi, kultural dan cara berpikir yang irasionalitas menjadi mobilisasi mewujudkan kerajaan abal-abal.
Seperti kita ketahui kerajaan abal-abal tidak mencerminkan sebagai Patron mengayomi, dan punya uang banyak. Apalagi sampai menyejahterakan pengikutnya, buktinya setiap pemimpin kerajaan abal-abal menarik iuran bahkan punya utang. Munculnya kerajaan abal-abal dengan berbagai modus, menunjukkan masyarakat lemah. Mudah diperdaya, digoda, dimanipulasi adalah bukti kegagalan negara dalam membangun ketahanan masyarakat semua sisi.
Mudah stres, hidonistik, materialistik yang penuh mistik adalah bentukan Kapitalisme Sekularisme. Kapitalisme melahirkan kemiskinan yang terus mengikat, pengangguran yang merajalela, pemalakan yang semakin menghimpit lewat kebijakan.
Tidaklah mungkin penguasa yang berlomba memperkaya diri memikirkan kepentingan rakyat. Kesibukannya sudah luar biasa, buktinya menghasilkan banyaknya skandal. Skandal korupsi terjadi di semua aktivitas politik. PT Jiwasraya, ASABRI, kasus OTT KPK terhadap komisioner KPU menjadi rentetan bukti kegagalan pengaturan dalam bernegara.
Jeritan, raungan masyarakat hanyalah nyanyian pilu yang tidak akan berlalu. Keputusasaan bergelayut, irasionalitas pun menjadi pegangan. Pragmatis dan dangkal berfikir melahirkan kerajaan abal-abal. Sistematis, terstruktur yang membentuk sebuah jaringan dari hasil rekrutmen anggota yang tertata baik adalah hasil dari pemikiran yang irasionalitas. Sampai-sampai ditipu pun tidak terasa karena halusinasi yang sudah melambung tinggi.
Fakta ini harusnya mampu menggugah hati penguasa bahwa kekecewaan pada negara selaku pelayan masyarakat sudah kritis. Mereka berusaha membangun kekuatan sendiri untuk mengembalikan kesejahteraannya. Menggali dan memahami ajaran terdahulu untuk mewujudkan tradisi-tradisi lama menjadi cara kerjanya.
Kesejahteraan di kerajaan abal-abal hanyalah halusinasi. Solusi pasti adalah kembali pada Syariat Islam bersama umat dalam bingkai khilafah. Khilafah merupakan peradaban manusia terpanjang, terbukti dan teruji dalam memberikan kesejahteraan.
Dalam negara khilafah akan dibina, dibentuk dan didampingi agar mental sehat dan kuat. Pengawasan yang melekat pada diri berupa nafsiyah Islamiah menjauhkan dari sikap hedonisme, materialisme apalagi sampai keyakinan pada mistik.
Kehormatan, kesucian pikiran dan hati terjaga karena spirit iman. Berbicara kotor bahkan menuduh tanpa bukti adalah hal yang dijauhi. Apalagi sampai menyebut bahwa Keraton Agung Sejagat itu seperti khilafah, Al-Khilafatul Udzma seperti yang diucapkan Ma’ruf Amin. (Nasional.tempo.com 17 Januari 2020)
Khilafah ala min Hajin nubuwah tidak bisa disamakan bahkan tidak sama dengan sistem apapun. Khilafah adalah solusi hidup manusia, solusi yang sempurna dari Sang Pencipta dan Pengatur hidup. Mewujudkan kesejahteraan, keadilan hanya bisa dengan landasan iman pada individu, masyarakat dan Negara. Khilafah kebutuhan mendesak, sejahtera bersama Khilafah.
“Katakanlah, Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu malah mengadakan sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan seluruh alam. (QS. Fusshilat 9)
Wallahu a’lam bissowab. [El/LM]