Program Santri untuk Dunia: Mengaburkan Identitas Santri
Oleh: Nuha
LensaMediaNews— Kementrian Luar negeri bekerja sama dengan Kementrian Agama baru-baru ini menggagas program santri untuk perdamaian dunia. Program ini sebagai simbol bahwa santri Indonesia juga mempunyai peran untuk merawat perdamaian dunia. Selain sebagai simbol, program ini mempunyai maksud untuk menegaskan kembali bahwa Indonesia mempunyai andil dalam memelihara perdamaian dunia, terutama saat Indonesia menjadi anggota Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Pada hari Senin (25/11/2019) sebanyak 10 orang santri dari berbagai daerah di Indonesia diberangkatkan ke Beijing, Tiongkok selama 5 hari (Liputan 6.com, 25/11/19). Mereka adalah duta dari Indonesia yang akan memperkenalkan lembaga pendidikan Islam atau pesantren yang toleran, ramah, moderat dan inklusif. Lebih luas lagi, misi pengiriman mereka adalah untuk menegaskan kembali pada dunia bahwa Islam dan kaum muslimin di Indonesia adalah toleran, ramah, moderat, dan tidak eksklusif.
Program santri untuk dunia ini juga dimaksudkan untuk menjawab stigma dan mispersepsi masyarakat dunia mengenai pendidikan Islam yang sering diasosiasikan menjadi lahan subur bagi kelompok radikal. Aneh dan sulit diterima oleh akal sehat. Santri yang seharusnya menjadi representasi dari muslim yang belajar Islam secara kaffah dan merupakan generasi ulama di masa yang akan datang, justru menjajakan dan mempromosikan profil pelajar muslim-hasil didikan lembaga Islam-sebagai sosok yang moderat, toleran dan inklusif.
Santri adalah sosok yang siang malamnya disibukkan dengan belajar fikrah Islam, hari-harinya dihiasi dengan nafsiyah Islam. Pada diri santri terpancar kepribadian Islam. Mereka adalah cerminan Islam kaffah. Mereka juga calon ulama dan da’i di tengah-tengah masyarakat kelak ketika mereka telah ‘mentas’ dari pesantren.
Sosok santri bukanlah sosok yang justru mengaburkan ajaran Islam dengan memromosikan makna toleransi yang keliru, toleransi yang mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran agama yang lain. Melakukan moderasi agama dengan mengusung Islam moderat yang dianggap toleran terhadap agama lain adalah tindakan intoleran terhadap Alqur’an dan Hadits.
Islam moderat telah mengaburkan Islam kaffah, dan sengaja diciptakan dan dihembuskan isunya terus menerus untuk menghadang bangkitnya Islam politik. Syari’at Islam yang dibawa oleh Rasulullah yang agung adalah ajaran yang menjunjung tinggi toleransi yang hakiki. Karena dalam aturan Islam tidak ada paksanaan untuk memeluk Islam bagi umat agama lain.
Toleransi dalam arti yang sesungguhnya yaitu dengan menghormati peribadatan agama lain, tidak mengganggu peribadatan mereka. Makna toleransi yang seperti ini telah dirusak, diganti dengan toleransi dalam ‘frame’ yang salah, yaitu sikap toleran adalah dengan hadir dan mengikuti peribadatan ummat agama lain, melafalkan pujian-pujian kepada Tuhan agama lain tanpa mengetahui maknanya atau dengan menganggap semua ajaran agama adalah sama dan bebas untuk diikuti sesuai dengan nurani.
Untuk memelihara dan merawat perdamaian dunia, tidak perlu dengan mengaburkan identitas sebagai santri, atau menyembunyikan status sebagai muslim kaffah. Justru dengan pengamalan Islam kaffah-lah, perdamaian baik di lingkungan negara maupun internasional akan tercipta dan terus terpelihara. Islam telah membuktikan bisa mendamaikan suku Aus dan Khazraj yang sedang bermusuhan dan hidup dalam dendam.
Islam juga telah terbukti bisa mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar. Bahkan dalam sejarah dunia, Islam telah mampu menyatukan negeri-negeri Arab, Eropa, Afrika hingga Asia dan hampir dua pertiga dunia telah disatukan oleh Islam. Sehingga, dalam mendakwahkan perdamaian di kancah internasional, para santri seharusya memegang jati dirinya sebagai muslim kaffah, muslim sejati yang berpegang teguh pada aturan Ilahi bukan sebagai muslim yang moderat, toleran maupun inklusif. [LN/LM]