Muara Aksi Terorisme, Masyarakat Kian Jenuh
Oleh: Jeni Herwindi*
LensaMediaNews— Setelah publik ramai dengan pemberitaan aksi bom bunuh diri di Medan, beberapa hari lalu (Sabtu, 16/11/19) tersiar kabar bahwa Densus 88 mengamankan dua terduga teroris di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dari informasi yang dihimpun detik.com, dua terduga teroris tersebut berjenis kelamin laki-laki. Penangkapan dilakukan sekitar pukul 08.00-12.00 WIB sekaligus penggeledahan rumah terduga teroris tersebut.
Sejak beberapa tahun lalu pemberitaan di tanah air tidak pernah sepi dengan isu terorisme. Saking seringnya, masyarakat seakan terbiasa ketika mendengar berita terkait aksi terorisme. Bahkan penangkapan pelaku teror pun malah menjadi tontonan, masyarakat berlomba merekam kejadian dan menyebarkannya di akun media sosial mereka. Muaranya masyarakat menjadi jenuh dengan isu terorisme ini.
Belum lagi narasi yang dikembangkan saat terjadi aksi terorisme seringkali dikaitkan dengan agama Islam. Yang dibahas ketika terjadi aksi teror adalah penampilan terduga pelaku teror yang mengenakan celana cingkrang dan berjanggut serta istri terduga pelaku yang memakai cadar. Belum lagi dikaitkan dengan aktivitas terduga pelaku yang katanya rajin beribadah dan taat agama.
Jelas ini merupakan kesalahan fatal yang mengaitkan isu terorisme dengan agama Islam, padahal sudah sangat gamblang bahwa Islam bukanlah agama teror dan tidak membenarkan aktivitas teror apapun. Seperti dalam sabda Rasulullah Saw berikut:
“Tidak halal seorangmuslim menakut nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 5004)
Hukuman bagi teror pun amat keras di dalam Islam. Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 33 yang artinya:
“Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.”
Tak bisa kita pungkiri bahwa yang terjadi saat ini Islam dan kaum muslim kerap dituduh sebagai sumber teror, akhirnya Islam dan kaum muslim yang menjadi korban framing jahat ini. Akan tetapi anehnya jika ada aksi teror (meski sudah terbukti sekalipun) yang pelakunya adalah non muslim tidak serta merta dikaitkan dengan agamanya dan tidak langsung dilabeli teroris. Seakan label teroris hanya untuk yang “berjanggut dan bercelana cingkrang”, jelas ini akan menimbulkan efek buruk di tengah masyarakat, kaum muslim tentu tidak terima dengan pengaitan seperti ini.
Isu terorisme dan radikalisme menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Seakan-akan masalah negeri ini hanya tentang terorisme saja. Ketika ada aksi teror, seharusnya diungkap hingga ke akarnya, bukan sekedar mengidentifikasi pelaku tetapi juga mengungkap siapa otak di balik aksi-aksi ini. Sejatinya masyarakat menunggu kejelasan dan kebenaran yang terjadi, bukan hanya disuguhi aksi-aksi penangkapan yang menciptakan ketakutan baru di tengah masyarakat. Mereka akhirnya pun bosan dan antipati terhadap isu terorisme ini. Mereka lebih butuh pemerintah fokus untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pokok bagi masyarakat, seperti murahnya harga pangan, ketersediaan air bersih, listrik yang terjangkau, dan sebagainya. Yang ada hari ini masyarakat makin tercekik dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang terus menerus mencabut subsidi untuk rakyat.
Seiring dengan pemberitaan yang terus muncul terkait aksi teror ini, apakah ini tanda bahwa pemerintahan gagal untuk mengungkap siapa otak dan jaringan aksi teror selama ini, dan gagal untuk menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat? Alih-alih menciptakan rasa aman yang terjadi hanyalah menambah ketakutan dan masalah baru, yakni umat jadi saling mencurigai.
Maka, umat Islam tak boleh termakan opini yang menyatakan bahwa yang menjadi cikal bakal terorisme adalah radikalisme dan yang banyak disebut radikal adalah simbol-simbol ajaran Islam. Umat tidak boleh diam ketika dikatakan orang yang ingin menerapkan Islam kaffah (sempurna/menyeluruh) adalah radikal. Penerapan Islam kafah sejatinya konsekuensi bagi keimanan. Ketika seseorang beriman maka ia wajib terikat dengan syariat Islam secara kafah seperti firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 208:
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Sudah seharusnya kaum muslim berpegang teguh terhadap apa yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah Muhammad Saw berupa perintah-perintah dan larangan-larangan. Dari sini kaum muslim harus bangga dengan simbol-simbol ajaran Islam dan sekuat tenaga berusaha menjalankan syariat-Nya secara kaffah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Lm/Hw]
*Ibu rumah tangga, tinggal di Bandung