Materi Jihad Dihapus, Idealisme Murid Hangus

Oleh: Kurniapeni Rahayu, S.Pd

 

LenSaMediaNews– Siapa yang tak kenal Muhammad Al Fatih? Hebat dan kegagahannya mengundang decak kagum. Kealimannya sangat menawan. Tak satupun salat jamaah ketinggalan. Takluk peradaban agung Konstantinopel di bawah komandonya.

Siapa tak kenal Salahuddin al Ayubi? Kebijaksanaannya yang agung. Keadilannya tak pilih kasih. Kharismanya menakhlukan Yerussalem dari pasukan Salib tanpa peperangan. Meski Singa Padang Pasir adalah julukannya.

“Ibu, siapa itu Al Fatih? Siapa itu Salahuddin al Ayubi?”

Kira-kira begitulah gambaran anak turun kita di masa mendatang ketika kita tak mengenalkannya pada mereka. Apalagi ketika sekolah tak sampai hati membagikan aksi-aksi heroik mereka di medan jihad pada mereka. Tidak satupun kisah yang sampai di telinga mereka tentang kemajuan peradaban Islam atas jasa para panglima perang dan pasukan hebat di bawah komandonya.

Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar menuturkan, di tahun ajaran baru 2020, tidak akan ada lagi materi perang di mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Baik untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau pun di Madrasah Aliyah (MA).

“Kita akan hapuskan materi tentang perang-perang di pelajaran SKI tahun depan. Untuk semua madrasah, mulai dari MI sampai MTS,” kata Umar saat ditemui di kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (13/9). Alih-alih tentang perang, nantinya sebagai pengganti akan dimasukkan materi tentang masa-masa kejayaan Islam. Baik itu kejayaan Islam di Indonesia atau Islam di dunia. Gatra.com (13/9/19)

Taat pada Allah adalah konsekuensi keimanan. Menjalani syariatNya cukup dengan iman, jangan sebatas karena dorongan perasaan. Ketika kita menduduki jabatan, misalnya. Birokrasi yang ditegakkan haruslah selaras dengan hukum-hukumNya. Bahkan wajib menegakkan seluruh hukum buatanNya.

Ketika Islam menyerukan perang, sejatinya kita sebagai hamba yang taat adalah memenuhinya. Bukan melarikan diri, atau bahkan menjauhkan pemahaman tentang jihad pada anak didik kita. Pantang takut apa kata orang. Peduli pada mulut netizen berarti kita tak memahami hakikat perang itu sendiri, sampai-sampai kita menjadi phobia terhadapnya bahkan sampai tega menghapusnya dari kurikulum pendidikan.

Upaya deradikalisasi makna jihad dengan menghapus materi perang di kurikulum madrasah sejatinya adalah deislamisasi murid-murid sekolah Islam. Harapannya, dengan langkah ini generasi kita tidak akan mengenal perang atas dasar agama. Pembahasan perang akan menjadi tabu untuk dibahas, apalagi untuk dijalani. Kami curiga, ini menjadi pintu permisivisme segala paham. Muslim tidak lagi selektif dengan ide-ide di luar Islam bahkan musuh-musuh Islam yang nyata secara fisik. Idealisme sebagai muslim akan terbakar hangus menjadi abu.

Padahal Allah dengan sangat jelas berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 216:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Menghapus materi perang dalam kurikulum madrasah sama saja mengingkari ayat Allah. Mengingkari satu saja ayat Alquran sejatinya sama dengan mengingkari Alquran seluruhnya. Berarti manusia telah melangkah menuju gerbang kekafiran. Naudzubillahi min dzalik. Tsumma naudzubillahi min dzalik.

Wallahua’lam bishowab.

 

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis