Kisruh KPK Tak Kunjung Selesai, Islam Solusinya
Gelombang penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) terus mengemuka. Kali ini sejumlah mantan pimpinan KPK menyuarakan penolakan UU KPK tersebut. Sebelumnya, di tahun 2015 hal yang serupa juga terjadi.
Tujuannya sama, ingin melemahkan posisi lembaga KPK. Banyak pihak yang menolak revisi UU ini. Mulai dari ormas Islam hingga lembaga lintas agama.
Di mata rakyat, KPK adalah harapan rakyat. Sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan superpower. Dikatakan lembaga super karena memiliki kekuatan menangkap dan menyidik, yang mana ini dimiliki oleh kepolisian. Juga, memiliki kewenangan dalam menuntut dan mengadili, yang mana ini dimiliki kejaksaan dan pengadilan. Kekuatan inilah yang membuat KPK istimewa. Sudah banyak kasus OTT (operasi tangkap tangan) yang berhasil dilakukan oleh KPK. Yang membuat para pejabat penguasa tak berkutik dibuatnya.
Namun, karena sistem politik demokrasi yang sarat akan berbagai kepentingan membuat kisruh KPK ini tak kunjung selesai. Sehingga, memberantas korupsi secara tuntas hingga keakarnya tidaklah mungkin. Sebab, paradigma yang dibangun adalah asas sekularisme. Tak ada kontrol agama. Moral dan akhlak dikesampingkan. Selama mampu memperoleh keuntungan berupa materi (uang) sebanyak-banyaknya. Halal-haram diabaikan.
Islam punya solusi tersendiri dalam mengatasi tindak korupsi, yaitu melalui tiga pilar penerapan hukum. Pertama, ketakwaan individu. Dengan keimanan dan ketakwaan sudah melekat pada setiap individu, membuatnya senantiasa taat terhadap perintah dan larangan Allah Swt.
Kedua, kontrol sosial dari masyarakat. Perhatian masyarakat sangat diperlukan untuk selalu tercipta suatu kondisi yang tidak menyimpang dari perintah dan aturan Allah SWT. Dan ketiga, peran negara dalam menetapkan suatu peraturan yang akan dilaksanakan oleh setiap individu. Disertai penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggar.
Hamsina Halik
[Fa]