Tahun Baru Hijriyah: Bukan Sekadar Perkara Hijrah
Kurniapeni Rahayu, S.Pd
(Ibu Muda dan Penggerak Remaja)
LenSaMediaNews– Tahun baru Hijriyah atau disebut juga tahun baru Muharram ditandai sejak rasul Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah. Kini, makna hijrah mulai berkembang. Tidak hanya dimaknai dengan perpindahan tempat dari satu tempat ke tempat lain, melainkan juga perubahan kondisi menjadi lebih baik.
Hijrah adalah salah satu istilah kekinian di kalangan pemuda-pemudi. Hijrah diidentikkan dengan perubahan seseorang, dari kondisi sekarang ke kondisi yang “lebih baik”. Bentuk “lebih baik” di sini beranekaragam. Ada yang memaknai dengan meninggalkan pacaran, memakai hijab syar’i, ada pula yang memaknai dengan meninggalkan riba.
Pada perayaan tahun baru hijriyah, banyak kisah disampaikan. Para asatidz dan mubalighoh menceritakan kembali momen hijrah rasul, mengenang perjuangan beliau. Sayangnya, banyak yang mencukupkan diri dengan me-review kisah tersebut sebatas bentuk perjuangan rasul tanpa mengambil ibroh: apa urgensi di balik hijrahnya rasul.
Jika kita mau membuka lagi shiroh rasul, hijrahnya bukan semata-mata karena beliau ingin. Tapi motivasi utamanya adalah agar Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Faktanya, pada saat itu dakwah Islam terhambat. Kondisi di Makkah sangat tidak mendukung dakwah beliau.
Elit Qurais sangat represif terhadap nabi Muhammad dan para pengikutnya. Nyawapun direnggut demi pengikut nabi meninggalkan agama baru yang dibawa nabinya. Bagaimana mungkin Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam, sedangkan dakwah Islam terhenti di Makkah.
Rasul berpikir keras, bagaimana agar Islam bisa terus disuarakan. Setelah bai’at Aqabah pertama, rasul mengirim seorang duta muslim. Beliau cendekiawan cerdik, cerdas nan salih. Mus’ab bim Umair, namanya. Duta ini dikirim ke Madinah demi membina muslim yang telah membaiat rasulullah di Makkah pada musim haji sebelumnya.
Mus’ab ditugasi rasul untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Yastrib kala itu. Beliau berdakwah dengan bijak, yaitu tidak memaksa mad’u-nya. “Jika kau suka maka tinggallah (dan dengarkan), jika kau tidak suka maka pergilah”. Begitu kiranya yang disampaikan Mus’ab pada Saad bin Muadz, seorang tokoh suatu kaum di sana.
Singkat cerita, kondisi Madinah menjadi kondusif. Muhammad dan agama barunya adalah trending topic. Tak ada pembicaraan melainkan Islam yang as-salam. Mereka semua rindu. Rindu pada Islam dan sosok nabi Muhammad yang selalu menjadi buah bibir mereka.
Setelah hijrah di Yastrib, pertama kali yang dilakukan rasul adalah membangun masjid. Beliau mengkonstruksikan bangunan-bangunan penyokong peradaban di lingkungan masjid. Syariat Islam mulai ditegakkan di sana. Tak heran, rasa yang dihembuskan pada ayat-ayat madaniyah berbeda dengan ayat-ayat makkiyah.
Ayat-ayat makkiyah cenderung menjelaskan tentang keesaan Allah dan akidah. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah menyerukan tentang penegakan syariat Islam. Haramnya khamr, haramnya zina, halalnya jual beli dan haramnya riba adalah di antara beberapa ayat terkait syariat Islam (turun di Madinah).
Inilah yang sering terlupa di benak umat Islam. Hijrahnya rasul adalah dalam rangka menyebarluaskan Islam. Hijrahnya rasul demi ketaatan total kepada Allah rabbul izzati. Hijrahnya rasul demi penegakan syariat Allah secara kaafah. Tidak semata-mata karena kafir Qurais menghimpitnya. Tidak semata-mata karena kekejian kafir Qurais menghalangi mereka berislam.
Umat Islam telah lupa, terlena dan tertidur. Hingga alpa terhadap jerih perjuangan rasulullah hijrah dari kota kelahirannya tercinta, merantau ke kota lain di mana Islam dielu-elukan adalah demi penegakan syariat Islam secara kaffah. Tak sia-sia, hijrahnya rasul melahirkan penerapan Islam yang sempurna.
Jika dahulu rasul telah bersusah payah demi tegaknya syariat menjauhkan ummat dari zina, kenapa hari ini kita berleha-leha kala kaum liberalis berusaha melegalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekekrasan Seksual (RUU PKS) yang sarat kepentingan mereka.
Jika dulu rasul telah berpeluh asa demi memahamkan kepada para wanita bahwa mereka mulia dengan Islam, kenapa hari ini kita membisu ketika ide-ide feminis menggerogoti pemikiran mereka.
Jika dulu rasul sudah menghabiskan seumur hidupnya untuk memberikan teladan agar sumber daya alam dikelola negara demi kebaikan rakyat. Kenapa hari ini kita berdiam diri melihat sumber daya alam kita dikeruk dan dihabisi swasta. Itukah tanda cintamu padanya?
Oleh karena itu, marilah kita menghargai perjuangan beliau. Marilah kita buktikan kecintaan kita kepada beliau, dengan kembali menegakkan syariat-Nya yang kini dibelenggu oleh sistem yang berkuasa hari ini, yaitu kapitalisme dan liberalisme sekuler. Syariat Islam bisa terwujud sempurna hanya dengan adanya khilafah Islam.
Wallahua’lam bi asshowab.
[LN/Fa]