Indonesia di Sarang Kapitalisme Liberalisme

Oleh : Dita Puspitasari

 

LensaMediaNews- Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menyebutkan bahwa sistem bernegara Indonesia menganut sistem kapitalis yang liberal. Surya Paloh mengatakan itu saat memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, yang bertajuk “Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan”.

“Ketika kita berkompetisi (pilpres dan pilkada), wani piro. Saya enggak tahu lembaga pengkajian UI ini sudah mengkaji wani piro itu saya enggak tahu, praktiknya yang saya tahu money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan attitude, bukan juga ilmu pengetahuan. Above all, money is power,” kata Surya Paloh.

Artinya, lanjut dia, sebenarnya Indonesia malu-malu kucing untuk mendeklarasikan sebagai negara kapitalis yang liberal. “Kita ini malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara kapitalis, yang liberal, itulah Indonesia hari ini,” jelasnya. (republika.co.id, 14/8/2019).

Apa yang disampaikan Ketua Partai Nasdem merupakan pernyataan basi. Karena pada faktanya sudah sejak lama Indonesia itu menganut sistem Kapitalis Liberal. Sistem kapitalisme merupakan sistem yang tegak atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Hal ini nampak pada penerapannya yang sejalan dengan sistem demokrasi yang semuanya berbiaya mahal.

Sebagaimana kapitalisme di barat mampu mempengaruhi elit kekuasaan (pemerintah) sehingga tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal). Bahkan hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalis lah yang menjadi penguasa sebenarnya di negara-negara yang mengemban ideologi ini.

Kapitalisme dalam pengaturan kepemilikannya diserahkan kepada akal manusia sehingga memunculkan prinsip liberalisme. Siapa yang memiliki modal dapat memiliki apa saja tanpa aturan yang membatasi. Maka, terjadilah swastanisasi dan privatisasi kepemilikan umum (masyarakat) seperti sumber daya alam (SDA) oleh individu-individu atau korporasi.

Dalam hal politik, maka demokrasilah yang menjadi modelnya. Demokrasi berasal dari pandangan bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Menurut mereka rakyat  adalah sumber kekuasaan. Namun pada realitanya kebijakan yang dibuat justru malah disesuaikan dengan kepentingan sekelompok orang dan bukan rakyatnya.

Sistem inilah yang bertanggung jawab terhadap rusaknya tatanan masyarakat di berbagai aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan HAM karena tegak di atas asas sekulerisme, menyanjung kebebasan (liberalisme) seakan manusia memiliki otoritas atas dirinya tanpa peduli aturan Tuhannya, dan hanya berorientasi pada materialisme semata.

Sampai kapan pun sistem yang berasal dari keterbatasan akal manusia hanya akan menjadikan asas manfaat dan materi sebagai tujuannya dan tidak akan membawa perubahan besar dalam tatanan kehidupan. Karena yang diuntungkan hanyalah mereka sang pemilik modal.

Oleh karena itu, sistem ini harus segera diganti dengan sistem yang shohih, yakni sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sistem ini tegak atas dasar aqidah Islam menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya yang memiliki wewenang dalam membuat aturan. Maka disinilah Islam menjamin kesejahteraan hakiki untuk seluruh rakyat dan mewujudkan keberkahan hidup baik di dunia dan akhirat.

 

[LS/Ra]

Please follow and like us:

Tentang Penulis