Oleh: Reni Asmara
(Komunitas Pena Islam)

 

LensaMediaNews- Mengutip pernyataan Surya Paloh yang mengatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia saat ini adalah sistem kapitalisme-liberal. Pernyataan ini memang benar adanya, berhubung dengan impor ugal-ugalan selama lima tahun terakhir.

Pemerintah mengimpor beras di saat petani sedang panen raya dan kapasitas gudang bulog berlebih, yang tentu sangat merugikan petani. Impor gula besar-besaran yang menjadikan Indonesia sebagai importir gula terbesar di dunia (2017-2018). Impor jagung 60 ribu ton per Maret 2019 yang menjadi polemik karena dilakukan saat kesalahan data belum dibenahi. Impor baja yang berimbas mematikan produsen baja lokal dengan dikeluarkannya Permendag No. 22 Tahun 2018. Masuknya produk semen asing ke Indonesia, padahal produksi semen Indonesia masih surplus 35 juta ton per tahun. Bulan Agustus 2019, Menteri Perdagangan akan membuka kran impor daging ayam dari Brazil (Tirto.id, 11/08/2019).

Aktivitas impor ini menjadi polemik karena dilakukan di saat rakyat tidak benar-benar membutuhkan. Bahkan merugikan rakyat. Padahal, salah satu janji Presiden Jokowi adalah menjadikan Indonesia berdaulat atas pangan dengan berjanji untuk tidak akan impor beras dan daging. Karena Indonesia memiliki semua stok yang dibutuhkan.

Terjadinya aktivitas impor ini dikarenakan pejabat pemburu rente dan pemilik modal (asing dan aseng) bebas berkeliaran mengambil keuntungan. Selain itu, kemudahan izin sebagai kompensasi bagi pemilik modal atas dukungannya kepada pejabat yang naik tampuk kekuasaan. Sehingga, meskipun ketersediaan komoditas dalam negeri tercukupi, tetap saja dibuat seolah diperlukan impor.

Di dalam Islam, aktivitas impor diperbolehkan karena termasuk aktivitas berdagang (muamalah). Asalkan tidak merugikan rakyat. Salah satu adab Islam dalam impor adalah harus memilih komoditas yang benar-benar dibutuhkan rakyat. Negara harus menghindari impor komoditas yang juga diproduksi secara lokal. Hal ini bertujuan agar industri lokal tetap berkembang dan tidak tergantung kepada komoditas impor.

Pemimpin harus mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw, “Imam (kepala negara) laksana penggembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari). Maksudnya, pemimpin bertanggung jawab mengurus rakyat termasuk masalah impor. Tentunya harus sesuai hukum syara dan menguntungkan rakyat.

Apabila pemimpin zalim menipu rakyat dengan janji-janji palsunya, maka diharamkan baginya surga. Rasulullah Saw bersabda, ”Barangsiapa yang diangkat Allah untuk memimpin rakyat, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga.” Bahkan Rasulullah SAW mendoakan turunnya kesusahan bagi para pemimpin zalim.

Maka, solusi agar Indonesia menjadi negara berdaulat maka pemimpinnya harus meninggalkan sistem kapitalisme – liberal yang tidak pro terhadap rakyat. Menggantinya dengan sistem yang Allah turunkan. Agar dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, bukan asing, aseng maupun pejabat.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis