Obat Kadaluwarsa jadi Derita Rakyat Papa
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Komunitas Menulis Revowriter)
LenSaMediaNews– Seakan derita rakyat papa tak pernah beralih, semakin hari semakin parah. Ada saja yang membuat mereka sakit dan bertambah sakit. Sebagaimana dilansir oleh TribunJakarta.com, pada Selasa 20 Agustus, pasangan suami isteri Bayu Randi Dwitara dan Novi Sri Wahyuni yang bertempat tinggal di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Terpaksa Bayu mengadukan Puskesmas Kelurahan Kamal Muara ke polisi, karena dianggap lalai, dengan memberikan vitamin B6 yang kedaluarsa kepada isterinya yang sedang hamil 15 minggu. Hal itu membuat Novi merasa pusing, mual, perut melilit, serta muntah-muntah.
Total ada tiga setrip vitamin B6 kedaluwarsa sejak April 2019 yang diterima Novi dari pihak Puskesmas Kelurahan Kamal Muara. Tiap-tiap setrip berjumlah 12 butir. Bahkan Bayu mengatakan tanggal kadaluarsanya di tutupi dengan spidol biru.
Meskipun hari ini Bayu sudah mencabut laporannya, namun patut dikiritisi mengapa puskesmas yang dalam hal ini sebagai pusat kesehatan masyarakat yang paling dekat untuk diakses bisa lalai. Padahal, masalah kesehatan adalah sangat krusial. Ia berkaitan erat dengan kondisi dan ketahanan sebuah bangsa. Jika obat-obatan saja bisa lolos dari pengawasan dan pihak kesehatan juga tidak merasa perlu mentaati aturan kedaluwarsa bisa dipastikan akan ada kerusakan yang lebih parah lagi.
Jangan hanya karena bisnis meraih keuntungan, nasib rakyat dipertaruhkan. Kita bukan sedang bicara bisnis dan kesehatan masyarakat bukan untuk dibisniskan. Dalam Islam penguasa adalah yang bertanggungjawab penuh terhadap kesehatan rakyat. Dan merupakan salah satu amanah yang ada di pundaknya dan akan dihisab Allah SWT.
Bagaimana hati-hatinya pemimpin menjaga harta rakyat ada pada apa yang dicontohkan Umar bin Khatab, salah satu Khulafaur Rasyidin. Suatu hari, Umar bin Khattab menderita sakit. Para tabib merekomendasikan beliau untuk meminum larutan yang dicampur madu. Sementara saat itu Baitul Mal menyimpan madu yang sangat banyak yang sangat cocok untuk Umar.
Namun bukannya langsung mengambilnya, Umar yang sedang sakit malah mengumpulkan manusia dan di atas mimbar kemudian meminta izin, “Aku tidak akan meminum madu jika kalian belum mengizinkannya. Jika tidak, maka madu itu haram untukku.” Rakyatnya menangis melihat betapa hati-hatinya Umar akan hal yang halal dan haram. Semuanya bersorak mengizinkan sembari berlinang air mata. (Ibnu Sa’d dalam Kitab Thabaqat Al Kubra).
Betapa pentingnya harta yang menjadi hak milik umat, hingga untuk kesehatannya sendiri Umar izin kepada rakyatnya. Yang mana hari ini langka terjadi. Peredaran obat tidak terkendali atau boleh dikatakan dikuasai kartel-kartel besar obat yang orientasinya semata keuntungan. Astaghfirullah.
Sementara dalam sistem kapitalisme, yang hari ini melingkupi setiap urusan masyarakat. Pengabaian ini adalah hal yang akan terus terjadi. Karena memang standarnya bukan kemaslahatan umat, negara tidak akan berdiri sebagai perisai dan benar-benar turun tangan sendiri mengurusi urusan rakyat. Terlalu ikut campur justru akan menghilangkan ” kemandirian” rakyat.
Ada berbagai polemik mengapa puskesmas bisa memberikan obat yang kedaluwarsa, selain kelalaian dari petugasnya. Bisa jadi inilah potret masyarakat kini yang telah dibutakan materi sehingga tak berat menipu rakyat. Dan ini harus dituntaskan hanya dengan syariat Allah, bukan yang lain.
Wallahua’lam bisshowab.
[LN/Fa]