Merdeka dari Penjajahan Gaya Baru
Oleh: Arin RM, S.Si
LensaMediaNews- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menuliskan arti merdeka sebagai berikut: 1 bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri; 2 tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3 tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa (kbbi.web.id). Sedangkan oleh kebanyakan orang, merdeka dipahami sebagai lawan dari penjajahan.
Zaman dahulu penjajahan relatif berupa penzaliman fisik dengan kekerasan. Biasanya didukung dengan menggunakan kekuatan militer. Dilakukan oleh suatu negara untuk mengambil-alih dan menduduki satu negara/wilayah lain dalam rangka membentuk pemerintahan kolonial. Sedangkan zaman sekarang, penjajahan berbentuk kontrol atas ekonomi, politik, pemikiran, budaya, hukum dan hankam negeri yang dijajah.
Meskipun tak menampakkan luka fisik, sebenarnya penjajahan gaya baru sama berbahayanya dengan penjajahan gaya lama. Bahkan boleh jadi lebih berbahaya. Sebab, dengan penjajahan gaya baru, pihak terjajah sering tak merasa sedang dijajah.
Padahal dalam waktu yang sama kekayaan mereka terus dikuasai dan dieksploitasi oleh bangsa lain atas nama investasi atau bantuan atau kerjasama usaha. Alhasil kekayaan alam yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat justru lari ke luar negeri. Sementara pengurusan rakyat tak jarang harus dicukupi dengan utang. Terbebani bunga dan tak bisa bebas dari dikte negara pemberi utang. Dikontrol dan tunduk pada negara lain.
Padahal ketundukan pada sesama manusia ataupun negara lain adalah salah satu indikator belum sepenuhnya merdeka. Merdeka dalam pandangan Islam terwujud saat manusia terbebas dari segala bentuk penghambaan dan perbudakan oleh sesama manusia.
Rasulullah saw. pernah menulis surat kepada penduduk Najran. Di antara artinya: “…Amma badu. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia)…” (Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, v/553).
Misi Islam mewujudkan kemerdekaan hakiki untuk seluruh umat manusia itu juga terungkap kuat dalam dialog Jenderal Rustum (Persia) dengan Mughirah bin Syubah yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Pernyataan misi itu diulang lagi dalam dialog Jenderal Rustum dengan Rabi bin Amir (utusan Panglima Saad bin Abi Waqash ra.). Ia diutus setelah Mughirah bin Syubah pada Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia.
Jenderal Rustum bertanya kepada Rabi bin Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rabi bin menjawab, “Allah telah mengutus kami. Demi Allah, Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang mau dari penghambaan kepada sesama hamba (manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju kelapangannya; dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam…” (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, II/401).
Islam bersungguh-sungguh membebaskan manusia dari penjajahan baru yang dimotori oleh pengemban imperialisme kapitalisme kepada keunggulan aturan Allah semata. Apa yang pernah ditorehkan sepanjang 13 abad keemasan penerapannya, Islam merupakan bukti bahwa dengan Islam umat manusia terangkat pada level sejahtera dan independen dari penghambaan kepada sesamanya. Artinya, keagungan sistem Islam yang hanya menjadikan aturan dari Allah sebagai standar berhasil mewujudkan indikator kemerdekaan yang diidamkan semua orang.
Islam bisa membebaskan ketundukan kepada manusia dan bangsa lain sebagai konsekuensi penjajahan, membawa kepada kebebasan untuk menjalankan semua aturan Allah tanpa halangan. Semua itu akan menjadi nyata karena umat manusia mengembalikan hak penetapan aturan hukum hanya kepada Allah SWT dan Rasul saw. Yakni dengan memberlakukan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Tanpa itu, merdeka dari penjajahan gaya baru sulit terwujud. Justru kesempitan hiduplah yang dihadiahkan (QS Thaha: 124).
Dan untuk keluar dari kesempitan menuju kerahmatan, Allah SWT memerintahkan yang beriman masuk ke dalam Islam secara menyeluruh (QS Albaqarah: 208). Yang artinya kita semua memiliki tanggungjawab menerapkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dan siapa saja yang berpaling dari hukum yang Allah perintahkan, secara langsung digelari sebagai kafir (QS al-Maidah: 44), fasik (QS al-Maidah: 47) atau zalim (QS al-Maidah: 45).
Oleh karenanya adanya aturan Islam yang dijalankan dalam kehidupan adalah bukti nyata keinginan merdeka dari penjajahan gaya baru. Hanya aturan Islam saja yang bisa mewujudkan tujuan kemerdekaan dalam naungan rida Allah.
Wallahu a’lam biashowab.
[LS/Ry]