Berharap Kemajuan Negeri Bertumpu Pada Investasi

 

Oleh: Eni Mu’ta

(Pendidik, Anggota Revowiter Jombang)

 

LenSaMediaNews– Pada pidato perdana bertajuk “Visi Indonesia” beberapa hari yang lalu, Joko Widodo Presiden yang terpilih kembali dari hasil pemilu 2019 menegaskan lima aspek yang akan menjadi fokus pemerintahannya ke depan. Salah satunya dengan membuka investasi seluas-luasnya. Jokowi meminta seluruh pihak untuk tidak elergi terhadap investasi, termasuk investasi asing. “Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya. Dalam rangka apa? Dalam rangka untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, karena itu jangan alergi terhadap investasi asing.” (Bisnis.tempo.com, 14/07/2019)

Investasi digadang-gadang menjadi salah satu kunci pembuka lapangan kerja seluas-luasnya. Investasi juga dijadikan tumpuan kemajuan negeri. Maka tak tanggung-tanggung, Jokowi akan turun langsung, mengontrol bahkan akan menghajar yang menghambat investasi. “Yang menghambat investasi, semua harus dipangkas. Baik itu perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi yang ada punglinya. Hati-hati ke depan, saya akan pastikan akan saya kejar, akan saya kontrol, akan saya cek, akan saya hajar kalau diperlukan.” Kata Jokowi. (Pilpres.tempo.co, 14/07/2019)

Benarkah dengan bertumpu pada investasi seluas-luasnya dapat membuka lapangan kerja sehingga rakyat menjadi sejahtera dan negeri ini menjadi maju? Sudah lama negeri ini berada dalam cengkeraman AS, Eropa dan kini China. Melalui investasi korporasi-korporasi multinasional mereka mengeruk kekayaan negeri ini.

Pengamat ekonomi, Ichsanudin Noorsy mengatakan bahwa dengan membuka peluang sebesar-besarnya terhadap asing Jokowi sama saja menyerahkan pembuluh darahnya kepada asing sehingga kapan saja bisa diambil. Investor asing akan leluasa menjarah kekayaan alam Indonesia secara legal. Sementara nasib rakyat tenggelam dalam kemiskinan.

Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing dapat membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara. Lihat saja bagaimana sekarang China bercokol di negeri ini atas nama investasi. Pembangunan infrastruktur dengan investasi dari China menjadikan perusahaan-perusahaan China menjadi lebih dominan. Bahan baku harus didatangkan dari China termasuk tenaga kerjanya. Setelah itu negara juga harus membayar bunga yang relatif tinggi sebagai konsekuensi dari investasi tersebut.

Persoalan investasi bukan sekadar alergi atau tidak alergi. Namun, ada dampak lain yang patut dipertimbangkan demi nasib negeri ini. James Petras dalam studinya berjudul Six Myths about the Benefit of Foreign Investment The Pretensions of Neoliberalism 2006 mengungkap tentang investasi, di antaranya menyanggah bahwa investai membawa ‘modal segar’ ke negera-negara berkembang. Karena pada faktanya investor asing justru membeli perusahaan-perusahaan lokal dan fasilitas-fasilitas produktif. Mereka menjadi tuan-tuan dan dapat menguasai aset penting dalam negeri. Investor asing juga dengan mudahnya merelokasikan investasinya ke tempat-tempat yang lebih menguntungkan bagi mereka. Sementara rakyat menjadi ‘jongos’ di negeri sendiri. Berkedok mendorong investasi justru pemerintah semakin menjerumuskan negeri ini dalam kubangan utang. Jika demikian bagaimana negeri ini bisa maju bertumpu pada investasi?

Saatnya negeri ini berfikir mandiri, dengan berbagai kekayaan alam yang dimiliki seharusnya dapat dikelola dengan mengoptimalkan kemampuan bangsanya sendiri. Modal tak melulu bertumpu pada investasi asing. Butuh perombakan strategi politik ekonomi yang ditopang dengan visi dan misi yang sama dari sistem pemerintahan yang dijalankan. Tak selayaknya negeri ini terus ‘dirong-rong’ negara-negara asing dengan iming-iming bantuan investasi yang justru semakin meneguhkan neo-liberalisme dan neo-imperialisme.

Untuk menyudahi itu semua kembalikan kepada aturan yang benar yakni aturan Allah Swt, sebab kaum muslim diharamkan memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk berkuasa atas kaum muslim.

“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (QS. An-Nisa’ : 141).

Islam memiliki konsep politik ekonomi yang sempurna. Kepemilikan dalam pandangan politik Islam itu dibagi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Dengan rincian tersebut masyarakat dan negara dapat mengoptimalkan harta yang menjadi kepemilikannya.

Misalnya, kepemilikan umum meliputi berbagai pertambangan besar, hutan dan sebagainya. Wajib dikelola negara tidak boleh dipindahkan kepada swasta apalagi kepada asing atas nama investasi. Karena investasi asing selalu merugikan negara dan menguntungkan pihak pemilik modal. Kerjasama dengan asing patut diwapadai bahkan tidak boleh dilakukan jika berpotensi mengancam kedaulatan, dan menjadi pintu penyebarluasan kemaksiatan. Semua ini dibutuhkan peran penguasa yang tegas dan sistem pemerintahan yang berpijak pada aturan Islam.

 

[Lm/Hw/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis