Dua Garis Biru, Garis Merah bagi Generasi
Dua Garis Biru, itulah judul film yang tengah menuai kontroversi. Film ini berkisah tentang sepasang kekasih yang masih berusia 17 tahun dan atas nama pacaran mereka berani berhubungan seks di luar nikah. Parahnya, kedua orangtua mereka mendukung hubungan ini. Film ini bukannya menjadi Sex Education bagi remaja, tetapi justru menjadi garis merah bagi generasi. Ancaman rusaknya moral generasi semakin nyata di depan mata.
Sebagian besar masyarakat saat ini tak lagi bisa membedakan mana tontonan yang berfaedah, yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak. Seperti film Dua Garis Biru ini ialah tontonan yang tak layak, sebab mengkampanyekan seks bebas di kalangan remaja yang bisa merusak generasi bangsa.
Kapitalisme dengan sekularisme sebagai asasnya, yang memisahkan agama dari kehidupan, tak peduli dengan dampak negatif yang akan ditimbulkan. Selama itu bisa mendatangkan manfaat berupa keuntungan materi sebanyak-banyaknya, maka itu sah-sah saja.
Di sisi lain, adanya kedangkalan akidah pada umat Islam membuat mereka jauh dari nilai-nilai Islam. Tak menjadikan syara’ sebagai standar tolok ukur perbuatannya. Maka wajar, jika sebagian besar umat Islam terutama remajanya bebas berbuat dan bertingkah laku semaunya. Tak peduli lagi halal- haram dan baik-buruk. Selama itu menyenangkan bagi mereka.
Untuk menyelamatkan generasi dari kerusakan moral, maka perlu sinergi dari keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak-anak wajib menanamkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah, membina akidah mereka. Masyarakat sebagai pengontrol atas setiap kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan negara sebagai penanggung jawab penuh dalam menyaring mana tontonan yang mendidik dan tidak. Melalui penerapan aturan-aturan terkait penyiaran. Semua ini hanya akan terwujud manakala Islam dijadikan sebagai pengatur dalam segala aspek kehidupan.
Wallahu a’lam
Nurul Fajriah
Mamuju, Sulawesi Barat
[LS/Ah]