Bahaya Intervensi Asing di balik Mutu Pendidikan Islam

Oleh : Uqy Chan
(Member Writing Class With Has)

 

LensaMediaNews- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah mengusulkan program peningkatan kualitas madrasah melalui skema pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Bank Dunia. Bank Dunia kemudian sepakat untuk memberikan pinjaman senilai Rp 3,7 triliun. (m.republika.co.id/25/6/19).

Menurut Prof. Kamaruddin Amin, target yang di inginkan yaitu peningkatan mutu kualitas tata kelola di lembaga pendidikan Islam. Karena tata kelola itu sesungguhnya adalah kunci. Jadi, kualitas itu lahir dari tata kelola yang baik. Meskipun gurunya bagus, kalau tata kelola tidak bagus itu tidak mungkin. (m.republika.co.id/30/6/19).

Fenomena meminjam dana asing merupakan hal yang biasa. Bahkan dianggap sebagai solusi, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun bila utang dialokasikan untuk kualitas pendidikan, maka jelas ada yang salah kelola. Sebab utang tak lepas dari sebuah kebijakan. Terutama kebijakan asing. Kebijakan asing akan sangat berbahaya apalagi bagi pendidikan Islam.

Bila diteliti, meminjam dana asing sebagai akibat dari minimnya tanggung jawab negara dalam memprioritaskan pelayanan termasuk dalam pembangunan di sektor pendidikan. Sehingga berpeluang besar bagi sekolah mencari pinjaman dari dana asing. Apalagi sekolah berada di bawah naungan Kemenag harusnya menghindari sebab dana asing jelas mengandung riba. Riba jelas diharamkan dalam Islam. Maka hal ini pula yang menentukan kualitas pendidikan.

Karena itu masalah pendidikan saat ini baik pendidikan Islam maupun bukan, semua berbasis sistem Sekuler Kapitalis. Sistem Sekuler menghasilkan pendidikan yang jauh dari nilai agama. Seperti maraknya kebebasan berekspresi yang tidak lain buah dari sistem Sekuler. Sebab itu masalah mendasar pendidikan terletak pada sistem apa yang dibangun. Selama pendidikan dibangun dengan sistem sekuler kapitalis, akan susah membentuk guru dan siswa berkualitas sekalipun telah menghabiskan banyak dana dan cara.

Maka bila dilihat secara jernih, pinjaman dana asing merupakan alat agar negara miskin dan tak berdaya bergantung pada asing. Padahal utang akan memunculkan bahaya intervensi. Sebab prinsip asing ‘no free lunch’ alias tidak ada makanan gratis. Intervensi asing jelas akan berperan dalam setiap kebijakan dalam negeri. Maka bila mutu pendidikan Islam diarahkan asing, akan sangat berbahaya.

Apalagi di tengah arus pemikiran ‘yang sengaja disesatkan’ yaitu terkait geliat suasana keislaman masyarakat tentang perlunya penerapan syariat Islam, maka dianggap sesuatu yang perlu dilawan. Mereka menyebutnya dengan Islam garis keras atau Islam radikal. Melihat kondisi seperti ini, bisa saja asing mencari celah dengan memanfaatkan orang Islam toleran untuk mendisik para siswa dengan paham moderat ala barat (asing). Diharapkan agar kelak toleran dengan asing sekalipun mereka adalah penjajah. Hal inilah yang membuat pendidikan Islam jauh dari nilai keIslaman yang sebenarnya. Sebab pendidikan Islam telah tercampuri dengan budaya pemikir asing.

Maka sejatinya program pendidikan Islam yang demikian, telah jauh dari hakekat tujuan pendidikan. Pendidikan harusnya diarahkan bagi terbentuknya Syahksiyah Islam (berkepribadian Islam), namun orang kafir membelokkan dari tujuan sebenarnya. Maka sungguh aneh bila kebijakan mutu pendidikan Islam dengan melibatkan asing baik tenaga asing maupun bentuk pinjaman dana. Karena itu harus ada sistem yang mandiri yang dapat mengelola sistem pendidikan menjadi berkualitas tanpa harus bergantung pada dana asing.

Ialah sistem Islam. Sistem yang sempurna yang sistemnya berdasarkan syariat Islam bukan berdasarkan hawa nafsu manusia. Pendidikan Islam harus berasaskan akidah Islam. Tujuannya yaitu mencetak generasi yang bersyakhsiyah Islam (berkepribadian Islam). Maka peran negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan seluruh rakyat merupakan kewajiban terutama dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pun pembiayaannya sebisa mungkin gratis dari negara. Dan negara tidak boleh memungut biaya pendidikan sepeserpun apalagi untuk tujuan komersil.

Melalui hasil kekayaan alam yang dikelola negara, akan dialokasikan untuk pembiayaan pendidikan. Dengan demikian sebisa mungkin tidak bergantung sepeserpun pada dana asing. Sebab pinjaman dana asing yang disertai riba jelas haram hukumnya bahkan mengundang azab Allah SWT.

Terbukti utang telah membuat negara semakin sengsara. Karena itu saatnya negara segera mengakhiri ketergantungan pada asing termasuk pinjaman dana dalam bentuk apapun agar asing tidak mengintervensi urusan dalam negeri yang dapat mempengaruhi kualitas dan mutu pendidikan. Namun hal itu hanya dapat dicegah dengan aturan Islam yang diterapkan negara sebagai solusi masalah pendidikan Islam.

Wallahu a’lam bisshowab.

 

[LS/Ln]

Please follow and like us:

Tentang Penulis