Pendidikan Generasi oleh Tangan Asing

Oleh: Risma Aprilia

 

LensaMediaNews- Pemerintah China baru-baru ini melalui Kedutaan Besar China di Jakarta mengundang beberapa mahasiswa untuk melakukan program kunjungan ke China dengan tujuan untuk memperkenalkan keindahan alam, budaya dan teknologi China.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir melepas 45 orang delegasi mahasiswa Indonesia yang akan melaksanakan kunjungan ke China mulai 15 hingga 21 Juni 2019. (m.antaranews.com , 14/6/2019).

“Saya ingin mengajak mahasiswa untuk berfikir lebih maju dan punya wawasan lebih luas”, kata Nasir dalam acara pelepasan delegasi mahasiswa Indonesi tersebut.

Seolah ingin menerapkan pepatah ‘tuntutlah ilmu sampai negeri China’, undangan tersebut langsung disetujui, bahkan biaya transportasi lokal dan tiket pesawat domestik pulang pergi, biaya paspor dan penginapan ditanggung oleh Kemenristekdikti.

Padahal jika direnungkan, tidak serta merta dengan dilakukannya program kunjungan tersebut akan mengubah pembentukan bangsa yang mandiri, generasi yang selamat dari segi cara berfikir dan bersikap, serta memiliki mental pemenang, apalagi rezim saat ini terang-terangan menerapkan sistem pendidikan sekuler, dimana agama tidak ikut andil dalam pembentukan generasi bangsa.

Di dalam Negara Islam, sistem pendidikan yang diterapkan diarahkan untuk membangun kepribadian Islam dalam diri seluruh anak didik. Pendidikan ditujukan untuk mempersiapkan mereka agar mampu menjalani kehidupan dengan berpedoman pada perintah dan larangan Allah SWT.

Negara akan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bebas biaya bagi kaum laki-laki dan perempuan, baik pada tingkat pendidikan dasar maupun menengah.

Negara bahkan harus berusaha menyelenggarakan pendidikan gratis bagi siapa saja hingga tingkat perguruan tinggi (universitas). Tanpa harus menyerahkan pendidikan generasi ke tangan asing seperti yang terjadi pada rezim saat ini.

Mereka juga akan didorong untuk dapat meraih keunggulan dalam bidang-bidang sains dan teknologi, perdagangan, dan seni budaya. Semua pengetahuan ini akan diajarkan dalam kerangka berfikir Islam. Pemilik sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya haruslah warga Negara Islam.

Masalah penting lainnya ialah aturan yang berkenaan dengan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan asing juga berlaku bagi koran-koran, majalah-majalah, serta stasiun radio milik orang asing. Mereka boleh beroperasi di Negara Islam namun dengan syarat tertentu. Jikapun, ada beberapa pelarangan beroperasi semata-mata dengan alasan untuk melindungi kepentingan umat.

Tindakan-tindakan seperti ini kurang populer saat ini, karena tidak adanya Negara Islam. Sehingga, kaum Muslim saat ini hanya tunduk pada aturan-aturan sekuler yang diterapkan penguasa-penguasa kufur, yang terus menerus berusaha mengacaukan dan merusak pemikiran kaum Muslim.

Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membentengi kaum Muslim dari pengaruh pemikiran asing, kecuali dengan mendirikan kembali Negara Khilafah, yang akan menjamin terlaksananya pendidikan Islam.

Apabila Negara Islam mengambil langkah-langkah seperti ini, maka akan diciptakan kembali keunggulan akademik di kalangan warganegara, berikut usaha-usaha untuk mewujudkannya. Negara akan menjadi garda terdepan bagi proses kemajuan sains, teknologi dan pendidikan, serta akan menghasilkan berbagai universitas dan para cendekiawan yang, menjadi rujukan kaum terpelajar seluruh dunia.

Wallahu’alam bishawab

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis