Pemilu serentak 17 April 2019 lalu meninggalkan duka mendalam, khususnya bagi para keluarga ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini karena hingga hari ini, Selasa (14/5/2019), tercatat sebanyak 583 orang ketua KPPS se-Indonesia, meninggal dunia. Mereka dikabarkan meninggal, salah satunya karena faktor kelelahan.

Lalu bagaimanakah nasib mereka? Meski negara telah berjanji akan membebaskan biaya pengobatan mereka, dan menganugerahkan mereka gelar pahlawan demokrasi, tetap saja hal ini menimbulkan keprihatinan bagi perkembangan demokrasi di negeri ini.

Apakah layak, jika mereka disebut pahlawan demokrasi, sementara demokrasi yang mereka perjuangkan justru tidak peduli dengan nasib mereka? Jika demikian keadaannya, maka akan lebih tepat jika kita menyebut mereka sebagai korban demokrasi.

 

Nurul Hidayati Meihasih, Yogyakarta

[LS/Nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis