Pengguna Narkoba Kian Marak: Bukti Nyata Sistem Rusak
Oleh: Sri Eni Purnama Dewi, S. Pd. Si.
Lensa Media News – Publik digemparkan dengan penangkapan Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie atas kasus penyalahgunaan narkotika. Betapa tidak, mereka merupakan publik figur yang terkenal kaya raya dan bergelimang harta. Ditambah lagi ayahanda pernah menjadi ketua salah satu partai politik. Menurut Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi penyidik tetap akan memproses hukum. Meskipun dalam undang-undang pengguna narkotika diwajibkan menjalani rehabilitasi (Merdeka.com, 10/07/2021).
Sudah banyak kasus yang terjerat narkoba hanya lewat begitu saja. Pemakai narkoba hanya di penjara beberapa bulan, lalu direhabilitasi dan kemudian bebas. Mengapa semua ini sering terjadi? Tentunya dikarenakan sistem kehidupan yang rusak. Sehingga menciptakan gaya hidup yang rusak dan individu yang bobrok. Sistem kapitalis liberal menjadikan individu bebas melakukan yang mereka mau tanpa takut dosa.
Ditambah lagi lemahnya peran negara dalam menangani kasus narkoba. Hukuman yang diterapkan bagi pengedar dan pengguna narkoba tidak memberikan efek jera. Aparat penegak hukum menjadi kurang tegas dan seolah tebang pilih hukumannya. Inilah akibatnya jika memakai hukum buatan manusia yang hanya mempertimbangkan untung-rugi dunia. Jika dibiarkan terus menerus, bukan tak mungkin makin banyak orang yang terjerat narkoba karena khilaf atau coba-coba.
Dalam Islam, narkotika dan obat terlarang disebut dengan istilah mukhaddirat. Hukum mengonsumsinya telah disepakati keharamannya oleh para ulama. Tak ada satu pun ulama yang menyelisihkan keharaman mukhaddirat tersebut. Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah mengatakan, “Rasulullah SAW melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)” (HR. Abu Daud).
Islam mengharamkan mengonsumsi sesuatu yang buruk dan membahayakan serta memabukkan, sebagaimana potongan firman Allah SWT yang artinya, “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. al-A’raf ayat 157).
Bercermin pada zaman kekhalifahan Umar bin Khaththab, ketika ada kasus seseorang meminum khamr yang diharamkan, kemudian dimusyawarahkan dengan beberapa orang sahabat. Sepakatlah Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya, bahwa apabila orang yang meminum khamr masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka dijatuhi hukuman dera. Tetapi, jika masih saja meminumnya karena menganggapnya halal dan boleh, mereka akan dijatuhi hukuman mati. Demikian pula dengan ganja, barang siapa yang berkeyakinan bahwa ganja haram tetapi ia mengisapnya, ia dijatuhi hukuman dera dengan cemeti sebanyak 80 kali atau 40 kali, dan ini merupakan hukuman yang tepat.
Sungguh hanya dengan menerapkan sistem Islam-lah para pengguna narkoba bisa jera. Karena jika penggunanya terbukti mengonsumsi maka hukuman terlihat bentuknya seperti dera dan pengguna harus bertaubat dengan taubatan nasuha. Jika orang tersebut memakai berulang kali maka bisa dijatuhi hukuman mati.
Sistem Islam juga akan mencetak generasi yang bermartabat bukan generasi hedonis dan bobrok. Tak hanya itu, hukum dalam sistem Islam tidak akan tebang pilih, siapa yang bersalah akan dihukum sesuai kadar kesalahannya tanpa memandang kaya atau miskin. Namun, sistem Islam hanya bisa diterapkan secara sempurna dalam sebuah bingkai Daulah Islamiyyah. Sudah seharusnya umat Islam memperjuangkannya.
Wallahu a’lam.
[ah/LM]