Saatnya Menjadikan Islam sebagai Solusi Menghadapi Pandemi
Oleh: Agu Dian Sofiyani
Lensa Media News – Saat ini Indonesia tengah dihantam tsunami Covid-19. Akibatnya stok oksigen semakin langka di pasaran. Menipisnya stok oksigen telah menelan korban jiwa. Komandan Posko Dukungan Operasi Satgas COVID-19 DI Yogyakarya, Pristiawan Buntoro mengonfirmasi sebanyak 63 pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta meninggal dunia dalam sehari semalam pada Sabtu (03/07/2021) hingga Minggu (04/07/2021) pagi, akibat menipisnya stok oksigen (Bisnis.com, 08/07/2021).
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada akhir Mei lalu telah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk melakukan pengetatan. Usulan tersebut dilakukan atas prediksi lonjakan kasus Covid-19, tetapi ditolak pemerintah pusat karena alasan ekonomi (Detik.news, 05/07/2021).
Lagi-lagi alasan menyelamatkan ekonomi telah membuat pemerintah menerapkan kebijakan yang terbukti mengorbankan jiwa masyarakat baik dari kalangan nakes, ulama, masyarakat secara umum, bahkan anak-anak. Faktanya justru ketika pemerintah menetapkan kebijakan yang menitikberatkan ekonomi dibandingkan kesehatan masyarakat, tidak membuat tingkat ekonomi mengalami kenaikan yang signifikan. Yang terjadi adalah sebaliknya, ekonomi semakin merosot, nyawa rakyat pun banyak yang melayang.
Sayangnya sampai detik ini pemerintah tidak mengambil pelajaran dari kesalahan yang sebelumnya. Pemerintah telah gagal menyelesaikan masalah pandemi yang menimpa negeri. Sudut pandang yang lebih berat terhadap ekonomi akibat ideologi sekularisme telah menguasai para punggawa negeri. Padahal kalau saja para pemimpin negeri ini tidak memisahkan agama dengan kehidupan dan mau mengambil solusi menyelesaikan wabah dengan sudut pandang Islam, tentu pandemi ini akan bisa diselesaikan dengan cepat dan tak perlu mengambil korban jiwa yang banyak.
Islam sebagai sebuah ideologi, memiliki solusi yang komprehensif untuk menghadapi pandemi. Strategi Islam untuk menyikapi pandemi adalah lockdown. Ini sudah jelas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya” (HR. Muslim).
Konsep lockdown dalam Islam tidaklah berorientasi ekonomi, melainkan fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya. Islam sangat menghargai nyawa manusia, sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi Saw., “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Adapun selama lockdown masyarakat akan diberikan kompensasi ekonomi, akibat harus tinggal di rumah saja. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang stabil, maju, dan tahan krisis meski di tengah lockdown. Sistem ekonomi Islam inilah yang akan membantu tetap terjaminnya distribusi harta bagi seluruh individu rakyat, sekalipun pada masa pandemi.
Namun, konsep ini hanya akan bisa direalisasikan jika Islam diformalisasikan dalam sebuah negara. Negara yang menjadikan Islam sebagai landasan negara inilah yang disebut dengan khilafah. Maka sudah saatnya kita kembali kepada syariat Islam. Sudut pandang sekularisme berikut aturannya telah terbukti gagal mengatasi pandemi. Jika telah terbukti gagal, untuk apa kita tetap mempertahankannya?
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]