Mampukah Negeri Muslim Memproduksi Vaksin?
Oleh: Mariyam Sundari
(Analisis Peradaban)
Lensa Media News – Selain lockdown, vaksin adalah salah satu produk sains yang juga dapat digunakan untuk mengatasi pandemi. Secara kemampuan, sejatinya negeri muslim memiliki potensi besar untuk mandiri memproduksi vaksin. Apalagi, sejarah penelitian vaksin berasal dari dunia Islam.
Ilmuwan Islam sudah berjaya dalam bidang kedokteran sejak masa khilafah Islam dahulu. Bahkan mereka telah menyumbang banyak sekali penemuan yang dijadikan sebagai landasan ilmu kedokteran modern termasuk penemuan vaksin yang menjadi acuan dokter modern saat ini.
Ar-Razi atau yang terkenal dengan nama Rhazez adalah ilmuwan kedokteran muslim yang pertama kalinya menemukan konsep dasar vaksin smallpox (cacar) yang digunakan hingga saat ini.
Beliau melakukan penelitian terhadap seseorang yang terkena cacar dan dalam hasil penelitiannya disimpulkan bahwa seseorang yang sudah terkena cacar tidak akan terkena cacar kembali untuk kedua kalinya dihubungkan dengan kekebalan tubuh manusia yang diabadikan dalam bukunya dengan judul al-Jadari wa al-Hasba (manuskrip asli masih disimpan rapi di Leiden University).
Selanjutnya, penelitian tersebut dikembangkan kembali oleh ilmuwan Turki pada zaman khilafah Ustmaniyah sehingga menjadi ilmuan Islam yang pertama kali memperkenalkan dan mengembangkan teknik imunisasi di dunia.
Memang masalahnya, saat ini banyak yang menganggap bahwa vaksin serta penemuan dalam bidang kedokteran yang lainnya adalah hasil penelitian kaum Barat. Padahal, itu semua adalah pemahaman yang keliru.
Tapi tentu saja, riset vaksin negeri muslim dalam sejarah tersebut terbukti efektivitasnya karena dilahirkan oleh negara berideologi Islam, khilafah islamiah. Para khalifah saat itu adalah mereka yang amanah yang memegang teguh sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Sabda Rasulullah Saw tersebut menunjukkan bahwa keberadaan ideologi ini penting dijadikan arah pandang penanggulangan pandemi, termasuk perihal penyediaan vaksin. Yang mana sebaliknya menurut ideologi kapitalisme milik Barat, vaksin adalah instrumen penjajahan ideologis yang menargetkan negara-negara berkembang dan miskin yang didominasi oleh negeri-negeri muslim.
Khatimah
Sungguh, dunia membutuhkan solusi yang sesuai fitrah dalam rangka menanggulangi pandemi internasional Covid-19.
Dengan demikian, hal ini semestinya membuat kita sadar bahwa sejatinya Indonesia ‘mampu’ memiliki kemandirian penanganan pandemi, khususnya dalam penyediaan vaksin. Dengan syarat, motivasi penanganannya harus berlandaskan pandangan (ideologi) mengenai tata aturan dan kebijakan yang sahih.
Wallahu a’lam.
[ra/LM]