Pro Kontra Menara Kujang Kembar
Oleh : Meilani Sapta Putri
Lensa Media News – Baru-baru ini gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengeluarkan kebijakan akan membangun menara Kujang Kembar dan Masjid dengan anggaran dana yang cukup fantastis, Rp. 100 miliar. Jelas kebijakan ini menuai sorotan dari banyak pihak. Menurut sebagian pihak, kebijakan ini kurang tepat jika dilakukan di masa pandemi seperti sekarang ini. Dampak pandemi yang menyebabkan ekonomi masyarakat terpuruk belum selesai, kini gubernur menggolontorkan dana yang cukup besar.
Tentu Pak Gubernur juga memiliki alasan dengan kebijakan ini. Justru beliau ingin membantu menaikan perekonomian rakyat khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar Waduk Jatigede, yakni Panenjoan, Desa Jemah, Kecamatan Jatigede. Pembangunan menara dan masjid ini direncanakan akan menjadi salah satu destinasi wisata.
Namun, menurut anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat, kebijakan ini hanya akan menjadi langkah spekulasi saja. Sebab, pembangunan ini tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat dan secara matematis pemulihan pertumbuhan ekonomi membutuhkan waktu yang panjang. Mobilitas masyarakat sebagai wisatawan juga menurun. Alangkah baiknya, jika anggaran tersebut dialihkan ke program pemulihan ekonomi masyarakat yang saat ini sangat dibutuhkan, seperti membantu pemodalan usaha masyarakat.
Lantas bagaimana Islam memandang hal ini? Bagaimana langkah tepat yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat?
Islam bukanlah sekadar agama, tetapi ia memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia baik skala individu, masyarakat, bahkan negara. Rasullullah saw pun sengaja diutus oleh Allah SWT untuk memberikan contoh terbaik dalam menangani berbagai hal.
Di dalam sistem keuangan negara Khilafah, sebuah institusi negara yang disyariatkan Allah SWT, menjelaskan tentang sumber-sumber pendapatan harta negara, jenis-jenisnya, cara perolehannya, pihak-pihak yang berhak menerimanya serta pos-pos pembelanjaannya. Itu artinya, harta dalam negara Khilafah baik hukum-hukumnya, sumber pendapatannya, jenis-jenisnya, harta apa saja yang diambil dan dari siapa saja harta tersebut diambil, waktu-waktu pemberiannya, cara perolehannya, pos-pos yang mengatur dan memeliharanya, yang berhak menerimanya serta pos-pos yang berhak membelanjakannya, keseluruhannya telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Termasuk dalam persoalan ini, pelaku ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat adalah negara. Negara harus mampu mengarahkan pola interaksi antara pelaku ekonomi lainnya serta adanya kemampuan untuk memaksa pihak lain untuk melakukan suatu tindakan ekonomi. Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kesejahteraan rakyat, khususnya melalui fungsi distribusinya baik terkait dengan pemasukan maupun pengeluarannya.
Fakta menunjukkan bahwa jumlah anggaran baik penerimaan APBN Indonesia maupun pengeluarannya meningkat setiap tahunnya, tetapi tidak berdampak terhadap kesejahteraan rakyat secara signifikan. Hal ini terjadi karena kebijakan ekonomi yang diterapkan di Indonesia hanya difokuskan pada penyediaan alat yang memuaskan kebutuhan masyarakat secara makro yakni dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional, bukan dengan pandangan untuk memuaskan kebutuhan setiap individu. Dua indikasi kebijakan tersebut bisa dilihat dari aspek penerimaan maupun pengeluaran APBN.
Fakta kedua yang perlu dicermati pada APBN Indonesia adalah kecenderungannya untuk tetap mengalami defisit dari tahun ke tahun. Sebab pemerintah selalu menutupi defisit APBN tersebut dengan cara pencabutan/pengurangan subsidi, menaikkan pajak, serta melalui utang baik dari dalam maupun luar negeri. Cara-cara seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah, justru menimbulkan persoalan yang baru.
APBN suatu negara dikatakan sehat jika mengalami surplus yang dengannya masyarakat kemudian bisa bertolak ke tingkat kemakmuran yang lebih tinggi atau minimal seimbang antara penerimaan dan belanjanya. APBN yang mengalami defisit dari tahun ke tahun sebenarnya menunjukkan bahwa fondasi ekonomi negara tersebut tidak kuat, dan jika hal ini terus terjadi maka akan berpengaruh terhadap aspek-aspek yang lain, seperti kestabilan internal dalam negeri, kekuatan militer, pengaruh politik luar negeri, dan lainnya.
Itu artinya solusi membangun menara dan pemodalan usaha rakyat adalah solusi tambal sulam dari sistem Kapitalisme yang diberlakukan saat ini. Sebab kerusakannya memang berawal dari sistem negara yang diterapkan. Jika negara menerapkan sistem yang rusak, maka rusaklah semuanya. Namun sebaliknya jika negara menerapkan sistem yang baik, maka baiklah semuanya.
Kesadaran akan penerapan sistem yang baik merupakan hal mendasar dalam pengurusan urusan rakyat. Jika negeri ini masih berharap pada sistem yang ada saat ini, maka selamanya persoalan pelik ini tidak akan pernah tuntas. Sudah selayaknya pemerintah dan masyarakat kembali kepada solusi yang bersumber dari Allah SWT, sebagai Pencipta yang mengetahui baik buruknya untuk manusia.
Wallahu alam bisawab.
[LM]