Sujud Free Style, Kebebasan yang Kebablasan
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Lensa Media News – Dalam beberapa hari ini viral di media sosial, dimana beberapa orang anak terekam kamera melakukan sujud dalam posisi kaki ke atas saat salat. Konon katanya adegan tersebut terinspirasi dari salah satu game.
Sontak, aksi tersebut menuai kritikan. Tindakan tersebut tidak hanya mengganggu kekhusukan salat masyarakat, tetapi juga membahayakan diri mereka sendiri dan merupakan pelecehan terhadap ibadah.
Tidak bisa dipungkiri, budaya latah generasi muda memang sungguh memprihatinkan. Apa saja yang menjadi tren, tanpa berpikir panjang lansung diikuti. Apalagi bila tren tersebut diendorse oleh seseorang yang mereka kagumi. Mereka tidak segan untuk mengikuti, tidak peduli apakah tindakan tersebut dibenarkan syariat atau tidak. Lebih miris lagi bila tren tersebut menjangkiti generasi muslim yang notabene merupakan para generasi penerus yang akan mengubah peradaban.
Bukan Candaan
Dan ibadah bukanlah perkara main-main apalagi jadi bahan candaan, seperti sujud free style yang dilakukan sekelompok remaja tersebut. Jika kita cermati, kejadian ini tidak lepas dari pola pendidikan anak-anak. Sebagai umat beragama, ibadah adalah aktivitas sakral, sebuah kewajiban terhadap Zat Pencipta. Dan salat adalah ibadah wajib umat Islam, sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan serta kepasrahan kepada Allah Swt. Khususnya saat sujud, yang disebutkan sebagai hubungan yang sangat dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya, karena itulah kenapa pada saat sujud, seseorang diminta untuk berdoa dengan sungguh-sungguh.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim, no. 482)
Game online sebagai awal kejadian sujud free style adalah salah satu dari kecanggihan teknologi saat ini. Tidak bisa dipungkiri, apapun konten yang dibuat dan disajikan ke masyarakat, baik itu game online, kartun dan lain sebagainya, tergantung cara berpikir yang membuat konten tersebut. Alhasil jika cara berpikirnya adalah materi maka isi konten tersebut akan mementingkan keuntungan semata, dan bagi konsumen yang penting menyenangkan. Tidak peduli isinya mendidik atau tidak.
Cara berpikir yang dipengaruhi oleh budaya liberalisme atau kebebasan. Budaya yang tumbuh di lingkungan yang tidak mengenal agama. Mereka mungkin saja beragama, tetapi tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup, yang akhirnya membuat perilaku anak kebablasan.
Budaya kebebasan memang digandrungi sebagian masyarakat, tidak terkecuali anak-anak para generasi muda. Mereka bebas berekspresi sesuai keinginan mereka sendiri dan tidak merasa terikat dengan aturan manapun. Jika mau jujur, maka budaya kebebasan sejatinya adalah untuk menjauhkan generasi dari fitrahnya sebagai hamba yang harus taat kepada Sang Khalik. Bagaimana tidak, mereka yang seharusnya menjadi generasi penjaga agama, secara tidak langsung telah melalaikan kewajibannya, dengan mengikuti gaya bebas ala Barat, sehingga untuk soal ibadah pun mereka tak segan untuk permainkan. Pun, jika pemikiran kebebasan telah dijadikan standar kebahagiaan, maka tidak heran bila ibadah pun bisa mereka anggap candaan.
Berislam secara Kaffah
Maka, sunguh sangat penting peran orang tua, masyarakat dan negara. Orang tua harus bisa memastikan kegiatan apa yang dilakukan putra dan putrinya. Memastikan bahwa segala aktivitas mereka berjalan sesuai aturan Islam.
Keluarga sebagai benteng pertama anak-anak, orang tua sebagai pendidik pertama berkewajiban mengajarkan akidah yang benar kepada anak. Menjelaskan aktivitas mana yang dibolehkan dan mana yang dilarang oleh agama.
Begitu juga dengan masyarakat, berkewajiban mengontrol pergaulan anak dan perilaku mereka. Jika ditemukan anak yang melakukan kesalahan maka masyarakat perlu mengingatkan. Lingkungan yang memiliki perasaan dan pemikiran Islam akan memberikan suasana Islam juga pada anak.
Sedangkan negara punya kewajiban terhadap pendidikan dan akhlak anak. Melalui pendidikan Islam, akan membentuk anak yang berkepribadian Islam. Tidak hanya itu, negara juga harus mengontrol game-game online, yang tidak ada manfaat sama sekali dan beralih ke permainan yang mendidik dan mengedukasi anak dan tidak bertentangan dengan syariat.
Wallahu a’lam Bisshawab.
[ra/LM]