Salah Kaprah Moderasi Islam dalam Makna Keluarga Sakinah
Oleh: Yuke Octavianty, S.P.
Lensa Media News – Keluarga ideal adalah keluarga yang menjadi dambaan setiap manusia. Harmonis dan sejalan. Konflik keluarga secara alami tak dapat dihindari. Namun, dengan adanya penguatan pemahaman beragama, setiap konflik dapat diminimalisasi. Pada sistem sekuler, makna keluarga sakinah mawaddah warahmah disalahartikan. Perlu diingat kembali bahwa sistem sekuler adalah sistem yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Tentu, tujuan utama program sekuleris adalah menjauhkan bahkan menghilangkan ajaran agama Islam dalam setiap lini kehidupan. Salah satunya kehidupan keluarga, yang dipandang sebagai unit terkecil dalam kehidupan.
Pada bulan September 2020, muncul propaganda tentang keluarga ideal. Acara tersebut merupakan acara pengukuhan guru besar Alimatul Qibtiyyah, UIN Sunan Kalijaga, yang penuh aroma feminisme. Alimatul Qibtiyah dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Gender, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, Kamis (17/9/2020). Seperti dilansir dalam mediaindonesia.com (18/9/2020), Alimatul Qibtiyah menyampaikan pidato berjudul “Arah Gerakan Feminis Muslim”. Dalam teks pidatonya dicantumkan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga feminis. Keluarga feminis dikatakan sebagai keluarga yang ramah terhadap kaum muslimah. Karena wanita dan pria diposisikan memiliki peran yang sama dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Menurut paham feminisme, keluarga feminis adalah konsep keluarga yang mendorong kebebasan peran pria dan wanita.
Islam wasathiyah atau dengan nama lain “Islam moderat” melahirkan beberapa aturan cacat dalam bermasyarakat. Salah satunya ide feminisme, yang jelas-jelas melanggar syariat. Pemahaman tentang Islam moderat tampak “ideal” dalam kehidupan. Pengarusan kesetaraan gender adalah satu agenda terbesar Islam moderat.
Dalam Al Quran Surat An Nisa ayat 34 , Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 34)
Sistem Islam melahirkan aturan shahih yang mengatur seluruh urusan makhluk baik dalam urusan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Allah mengatur bahwa kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita. Bukan berarti pria memiliki derajat lebih tinggi atau wanita memiliki derajat yang lebih rendah. Pria dianugerahi beberapa kelebihan yang tidak dimiliki wanita. Fungsinya, untuk melindungi wanita. Dalam keluarga, fungsi pria adalah pemimpin keluarga sekaligus pencari nafkah. Sedangkan wanita adalah seorang pendamping pria, yang bertugas sebagai ummu wa rabbatul bait, ibu dan pengatur rumah tangga. Saat wanita mengambil alih fungsi pria sebagai pencari nafkah, rusaklah generasi yang seharusnya kita jaga.
Demikianlah Allah mengatur keseimbangan peran makhluk-Nya. Agar terwujud kesejahteraan hingga tercurahlah rahmat Allah Swt bagi seluruh umat. Lantas, apalagi yang bisa kita dustakan atas segala syariat yang telah ditetapkan-Nya?
Jangan pernah tertipu ide feminis sekulerisme yang tampak manis. Namun berakibat buruk pada generasi. Dan berujung pada rusaknya umat.
Wallahu a’lam bisshowab.
[ra/LM]