FYP Viral, Akidah Terpental
Oleh: Chaya Yuliatri, S.S.
(Aktivis dakwah dan pegiat literasi)
Lensa Media Mews – Aplikasi TikTok semakin digemari semua kalangan. Orang-orang berlomba membuat konten agar viral dan trending di FYP (For You Page) TikTok. Dari yang aneh, gila, hingga berbahaya. Bahkan, banyak konten sampah dan nirfaedah yang viral. Seperti, joget-joget di tengah jalan, membuang sampah di laut, hingga seorang wanita berkerudung memakan daging babi.
Walaupun muncul belakangan, nyatanya kepopuleran TikTok mampu menyaingi media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Di Indonesia sendiri, pengguna TikTok didominasi remaja usia 14 hingga 24 tahun. (Sindonews.com, 11/2/2020). Mereka menjadikan aplikasi ini sebagai ajang eksistensi diri dan mendapatkan pengakuan publik. Mengejar like, view, dan followers.
Simalakama Teknologi
Saat ini kita hidup di era digital. Perkembangan media sosial semakin pesat. Ini tak terlepas dari peran teknologi dalam kehidupan. Tak perlu lagi berkirim surat atau telegram untuk sekadar berkabar. Hanya dengan satu sentuhan kita bisa terhubung dengan siapapun dan kapanpun. Ibarat dunia berada dalam genggaman. Bukan hanya memudahkan komunikasi jarak jauh, bahkan menjadi ajang promosi dan aktualisasi diri.
Sayang, tak selamanya kemajuan teknologi membawa dampak positif. Bahkan, tak sedikit mudaratnya. Apalagi, jika tak tepat guna. Seperti permasalahan yang dialami remaja kita saat ini. Media sosial menjadi ajang berekspresi tanpa batasan. Aturan agama pun tak segan dilanggar. Ini tak lepas dari peran orang tua yang semakin tergerus dengan keberadaan gawai. Daripada bersosialisasi di dunia nyata, mereka lebih asyik berselancar di dunia maya.
Inilah yang harus diwaspadai para orang tua. Gawai tidak dapat menggantikan peran mereka. Yang dibutuhkan adalah membangun interaksi dan komunikasi yang harmonis dalam keluarga. Sayangnya, hal ini urung terwujud akibat sistem rusak yang diterapkan saat ini.
Kapitalisme Biang Kerusakan
Tak dipungkiri saat ini sistem kapitalisme mendominasi dunia. Penjajahan tak lagi dilakukan secara fisik, tapi melalui perang pemikiran. Barat menyadari potensi besar kebangkitan umat Islam. Hal ini menjadi ancaman nyata bagi mereka. Karena itu, berbagai upaya dikerahkan untuk menghancurkan generasi Islam. Salah satunya dengan ‘fun‘. Para pemuda disuguhi berbagai kesenangan dunia. Dimanjakan kehadiran berbagai media sosial. Tanpa disadari, mereka dijatuhkan dalam jurang kemaksiatan.
Islam Memandang Fenomena FYP
Dalam Islam, fenomena ini muncul akibat gharizah baqa. Ini adalah naluri yang ada dalam diri manusia. Salah satunya yaitu keinginan untuk menunjukkan eksistensi diri. Untuk memenuhinya harus sesuai dengan syariat.
Zaman dahulu, eksistensi seorang muslim sarat dengan karya-karya yang bermanfaat bagi umat. Baik berupa karya tulis maupun keilmuan. Semua didasari atas keimanan kepada Allah SWT. Sehingga, terlahirlah para ulama dan cendekiawan muslim yang hebat. Lihatlah sosok Imam Syafi’i. Di usia relatif muda, menorehkan tinta emas dalam sejarah, menggebrak panggung pemikiran ushul fikih dengan mahakarya kitab ar-Risalah.
Karena itu, tak ada solusi lain kecuali kembali pada aturan Islam. Syariat Islam hanya bisa diterapkan di bawah institusi negara. Inilah urgensi kembalinya seorang Khalifah di tengah-tengah umat. Mengembalikan kehidupan Islam di seluruh dunia. Mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin.
[ra/LM]