Tiket Pesawat Kembali Mahal, Untuk Mencegah Orang Bepergian?

Oleh: Eqhalifha Murad

(Pengamat Penerbangan, eks Pramugari, Pemerhati Sosial Politik Islam)

 

LensaMediaNews – Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Tidak peduli orang sedang kesusahan yang penting sama-sama memberikan manfaat satu sama lain.

Melansir CNBC Internasional, pandemi mengubah gaya hidup dan industri penerbangan ke depan. Para pelancong satu dekade ini sudah diuntungkan dengan kompetisi maskapai penerbangan, sehingga bisa berburu dan menikmati tiket murah. “Masa-masa penerbangan murah sudah berakhir,” ujar Direktur General dan CEO IATA (Asosiasi Maskapai Internasional) Alexandre de Juniac, cnbcindonesia.com /18/05/2020.

Ini tentu menarik untuk dibahas dan inilah beberapa hal yang dapat disimpulkan terkait penyebab tarif tiket pesawat akan kembali mahal: pertama, ketika wabah corona baru merebak di pusat episentrumnya Wuhan, pemerintah Indonesia jor-joran mempromosikan pariwisata dengan tiket pesawat murah, tersebab masyarakat mulai khawatir melakukan perjalanan.

Pemerintah tidak ingin industri pariwisata sebagai salah satu penghasil devisa mandek. Prediksi bahwa corona akan merebak sejauh ini tentu tidak digubris oleh pemerintah saat itu. Keselamatan warga negara tidak menjadi target utama pemerintah kecuali memprioritaskan kestabilan ekonomi. Bahkan pintu gerbang pariwisata bagi turis mancanegara termasuk dari China masih tetap dibuka.

Kedua: ketika corona benar-benar dinyatakan positif menyebar di Indonesia, upaya social distancing pun dilakukan hingga PSBB. Sehingga memberikan dampak yang signifikan kepada sektor penerbangan. Harga tiket semakin terjun bebàs dan tidak pelak lagi menghancurkan maskapai-maskapai besar. Bandara-bandara terbesar dan tersibuk di duniapun terlihat sepi termasuk di Indonesia.

Ketiga: Keadaan ini bertahan sampai akhirnya kebijakan pelonggaran PSBB dikeluarkan dan seruan berdamai dengan corona disampaikan. Masyarakat yang memang miskin edukasi tentang bagaimana menjaga dampak corona ini seperti mendapat angin segar.

Keputusan dalam mengadakan perjalanan kembali biasanya datang dari pegiat bisnis dan orang-orang yang memang berkeinginan untuk bepergian, namun terkendala karena adanya kebijakan awal PSBB.

Keempat: Fenomena mudik Lebaran sepertinya akan tampak kembali setelah kebijakan pelonggaran PSBB ini, dengan syarat-syarat tertentu. Dan calon penumpang tentu akan berupaya untuk memenuhi syarat tersebut demi mencapai destinasi terbang mereka. Namun, tentunya fenomena tiket mahal menjelang lebaran inipun juga sudah biasa terjadi sebelum adanya virus corona.

Jelas hal ini tidak mau dilewatkan begitu saja oleh pelaku bisnis penerbangan. Beberapa tindakan yang perlu dan dianggap penting demi kelangsungan maskapai diluncurkan. Antara lain menaikkan tarif tiket pesawat.

Suatu hal yang lumrah dalam teori ekonomi penerbangan, semakin banyak permintaan maka penawaranpun akan semakin mahal, begitu juga sebaliknya.

Kelima, maskapai memerlukan redesign, ibarat baru bangkit dari kubur dan memulai hidup lagi. Karena banyak pegawai yang dirumahkan serta pesawat yang tidak terbang berbulan-bulan dipelataran parkir pesawat. Menyebabkan semua maskapai melakukan hitungan ulang bisnis mereka agar mampu bertahan, dan harga tiket yang lebih mahal kembali jadi alternatif.

Pertanyaannya adalah mungkinkah menaikkan tarif pesawat akan mengurangi orang melakukan perjalanan? Sampai tanggal 18 Mei sudah 40 orang positif covid di bandara Soekarno-Hatta. Untuk itu beberapa hal yang harus dilakukan ke depan adalah:

pertama, koordinasi antara terminal bandara dan dalam kabin pesawat. Kedua, memperkuat Posko Kesehatan Bandara, menambah jumlah personel kesehatan serta peralatan deteksi. Dan dengan adanya surat keterangan rumah sakit sebelumnya otomatis telah terjadi seleksi atau penyaringan calon penumpang.

Ketiga, memberikan sanksi hukum bagi pelanggaran physical distancing bekerjasama dengan otoritas keamanan bandara.

Keempat, menyediakan tempat cuci tangan dan sabun serta sanitizer termasuk masker gratis dibandara.

Kelima, mengikutsertakan tenaga medis di pesawat, seperti dokter spesialis penerbangan atau dokter umum dan perawat yang terlatih. Keenam, tindakan disinfeksi sebelum dan pasca penerbangan baik terhadap penumpang maupun awak pesawat.

Namun, semua upaya ini hanya upaya parsial akibat dampak turunan dari kebijakan yang inkonsisten dari pemerintah mengenai aturan perjalanan masyarakat terkait PSBB. Karena sesungguhnya akar persoalannya ada di sini. Begitu juģa dengan kapitalisasi penerbangan saat pandemik sejatinya akibat diadopsinya cara pandang paradigma sekuler oleh pemerintah selaku pemangku kebijakan.

Seandainya paradigma Islam yang diterapkan dari awal penyebaran wabah, tentu polemik ini tidak akan terjadi. Kebijakan lockdown dalam konsep syari’at tidak mampu dicerna secara baik oleh penguasa negeri ini. Sehingga meniscayakan fenomena penerbangan crowded terjadi.

Sistem Islam mempunyai konsep yang paripurna tidak hanya masalah wabah tapi juga moda transportasi. Prinsip politik transportasi yakni memberikan pelayanan yang unggul, berkualitas serta cuma-cuma adalah visi misinya. Dan ini pernah diterapkan di sepanjang sejarah peradaban emas Islam. Tidak ada prinsip komersial dalam pengadaan fasilitas umum termasuk moda transportasi. Sampai kapan negeri ini mempertahankan sistem kapitalis sekuler yang hanya memproduksi masalah turunan di setiap kebijakannya?

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis