Menanamkan Adab kepada Anak Sejak Dini
Oleh: Sri Purwanti, Amd. KL
(Pegiat Literasi, Member AMK, Tanah Bumbu)
Parenting – Hilangnya adab dan rusaknya akhlak akan menjadi bencana besar dunia akhirat, seperti yang marak terjadi dewasa ini, banyak anak yang tidak menghormati orang tuanya, siswa tidak menghormati gurunya, bahkan tega berbuat aniaya kepada yang lebih tua. Bahkan kadang kita menjumpai anak yang bertipe slonong boy (suka nylonong kemana-mana misal; kamar tidur, dapur, dan area khusus lainnya) ketika sedang bertamu. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena dalam Islam sangat jelas bahwa kedudukan adab itu sangat penting. Adab merupakan dasar untuk membentuk karakter dan membatasi perilaku manusia, sehingga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Sebagaimana di katakan oleh Zakariyya Al-Anbari, ia berkata “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa bahan bakar, sedangkan adab tanpa ilmu bagaikan roh tanpa badan. ”
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, dalam Islam mengenalkan adab harus dimulai sebelum anak usia baligh. Mengajarkan adab adalah salah satu kewajiban orang tua karena merupakan bagian dari pendidikan untuk menunjang kepribadian anak., sebagaimana sabda Rasulullah: “Jika anak sudah mencapai usia enam tahun hendaklah ia diajari adab dan sopan santun” (HR Ibnu Hibban). Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengenalkan adab kepada anak.
Pertama, menanamkan akidah kepada anak. Akidah adalah pondasi bagi tegaknya bangunan agama. Jika akidah tertanam dengan benar maka akan terpancar dalam kepribadiannya. Anak akan menjadi sosok yang beriman, berkepribadian kuat, selalu berhati-hati dalam berperilaku karena merasa di awasi oleh Allah.
Kedua, memberikan keteladanan. Anak adalah peniru ulung, ketika kita ingin mengajarkan adab kepada anak maka kita harus lebih dahulu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti membiasakan minta izin ketika mau memasuki kamar anak, meminta maaf ketika orang tua bersalah, berkata santun. Dengan begitu anak akan memiliki contoh nyata yang bisa mereka tiru.
Ketiga, menanamkan adab melalui cerita. Anak memiliki daya khayal yang tinggi, maka orang tua bisa membacakan kisah para Rasul dan sahabat, tentang ketinggian adab mereka untuk mengenalkan adab kepada anak-anak, misalnya menceritakan bagaimana Rasulullah makan dan minum, berbicara, bersikap kepada yang lebih tua, sehingga anak akan memiliki gambaran yang jelas tentang nilai yang kita tanamakan.
Keempat, menjauhkan anak dari lingkungan yang kurang baik. Tidak adanya penerapan sistem Islam kaffah memaksa keluarga muslim untuk bersikap ekstra hati-hati dalam menjaga sang buah hati. Bisa jadi di rumah sudah dibekali akhlakul karimah, adab yang baik tetapi jika lingkungan kurang baik maka bisa jadi anak akan terpengaruh, sehingga penting sekali memastikan dengan siapa anak berteman. Orang tua harus mengarahkan dan menjelaskan kepada anak secara bijak sehingga anak tidak akan protes ketika orang tua terkesan memilihkan teman.
Kelima, selektif memilih tayangan media untuk anak. Tidak bisa dipungkiri era 4. 0 memang menjadi tantangan yang luar biasa bagi keluarga muslim. Orang tua harus bijak memilihkan tayangan untuk anak serta mengontrol aktivitas mereka, orang tua bisa menjelaskan pengaruh negatif dari tontonan yang kurang mendidik dengan menyentuh sisi akidahnya, misalnya dengan cara mengatakan Allah tidak sayang kalau adik nontonnya tayangan yang kurang bagus.
Keenam, bijak memberikan nasihat. Ketika mendapati perilaku anak tidak sesuai syariat maka orang tua berkewajiban menegur dan menasehati dengan cara yang bijak dan bisa diterima akal mereka, berikan contoh bagaimana harus berperilaku yang benar.
Dalam dalam kondisi yang serba permisif seperti saat ini memang menjadi tantangan besar bagi orang tua untuk mendidik putra-putri menjadi generasi yang salih salihah, semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk menaklukan semua tantangan yang ada sehingga putra-putri kita menjadi generasi emas pewaris peradaban.
Wallahu a’lam bish shawwab
[el/LM]