Bijak Menghadapi Si Egosentris

Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL

(Pegiat Literasi, Member AMK Tanah Bumbu)

 

LensaMediaNews— Pernahkah orang tua mendapati si kecil tidak mau berbagi dengan temannya? Suka merengek bahkan kadang mengamuk jika keinginannya tidak terpenuhi?

 

Kebanyakan orang tua akan kebingungan menghadapi fase ini. Orang tua kadang tidak menyadari bahwa dalam fitrah perkembangannya anak tersebut berada dalam fase egosentris, hal ini di tandai dengan tidak mau berbagi, suka merebut milik kawan, cengeng atau bahkan mau menang sendiri, suka memaksakan kehendak, sering mencari perhatian di depan umum, suka merebut milik orang lain, bahkan sampai menyakiti orang lain.

 

Dan parahnya jika diajak bertamu suka menjadi anak yang slonong boy (masuk ke kamar yang punya rumah, maupun wilayah privasi yang lain, suka mengacak benda-benda pemilik rumah).

 

Setiap anak akan melalui fase ini, sampai usia mereka mencapai lima tahun, namun ketika orang tua kurang bijak menyikapi fase ini akan terbawa sampai mereka remaja bahkan dewasa.

 

Egosentrisme menurut Wikipedia adalah ketidakmampuan seseorang untuk melihat perspektif (sudut padang) orang lain. Sedangkan menurut KBBI egosentris adalah menjadikan diri sendiri sebagai titik pusat pemikiran (perbuatan), berpusat pada diri sendiri (menilai segala segalanya dari sudut diri sendiri).

 

Lalu bagaimana kita menyikapi si egosentrisme ini? berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan,

 

Pertama, tanamkan akidah yang kuat, akidah adalah dasar dalam membentuk kepribadian seorang anak. Apabila akidahnya baik maka akan memunculkan kepribadian dan akhlak yang baik. Usia dini adalah usia yang tepat untuk menanamkan akidah karena masih seperti kertas putih, anak yang di tanamkan akidah sejak dini akan menjadi pribadi yang kuat karena anak akan selalu merasa dalam pengawasan Allah, sehingga bisa meminimalisir perilaku kurang terpuji.

 

Kedua, tanamkan moral positif dengan memberi contoh langsung kepada anak, misalnya mengajak anak membagikan makanan kepada tetangga, kawan atau orang lain yang memerlukan. Dewasa ini banyak sekali komunitas berbagi yang biasa turun ke jalan pada hari Jumat, sesekali ajak anak kita untuk mengikuti kegiatan tersebut, sembari memahamkan keutamaan berbagi dengan sesama, sehingga kepekaan dan empati mereka terasah.

 

Ketiga, berikan batasan yang jelas, orang tua harus menolak dengan tegas apabila anak menginginkan milik orang lain, sampaikan bahwa itu tidak baik dan jika anak bermaksud meminjam maka harus meminta ijin terlebih dahulu.

 

Keempat, berikan kesempatan anak untuk bereksplorasi semaunya selama tidak berbahaya, sembari dipahamkan fungsi dari benda-benda yang di eksplorasi. Anak yang terlalu dikekang biasanya justru akan memberontak dan susah di kendalikan.

 

Kelima, tidak memaksa anak untuk berbagi, tetapi memahamkan pentingnya berbagi dan menggugah kesadaran mereka bahwa berbagi itu menyenangkan dan bernilai ibadah (mendapat pahala).

 

Keenam, menanamkan konsep kepemilikan secara jelas sehingga anak akan memahami mana barang miliknya dan mana yang bukan, mana benda yang memerlukan ijin untuk mengambilnya mana yang tidak.

 

Mendidik anak menjadi salih dan salihah merupakan salah satu anugerah bagi kedua orang tua, anak adalah tumpuan masa depan yang pahalanya mengalir tiada terputus, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis yang artinya, “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba saleh di Surga, lalu ia berkata : Wahai Tuhanku, darimana aku dapatkan semua ini? Kemudian Allah menjawab: dengan sebab istigfar anakmu untuk dirimu” (HR. Ahmad). Doa anak yang salih akan mendatangkan keberkahan untuk orang tuanya.

Wallahu a’lam Bish Shawab. [El/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis