Muslim India Tersakiti, Hanya Islam Solusi Hakiki
Oleh: Ifa Mufida (Pemerhati Sosial Politik)
LensaMediaNews— Kaum muslim minoritas di berbagai belahan dunia selalu dirundung duka. Terakhir di India, bentrokan umat Hindu terhadap kaum muslimin di New Delhi menyebabkan 42 orang dan lebih dari 200 orang luka-luka. Masjid pun ikut menjadi sasaran pembakaran oleh massa. Al-Qur’an di dalam masjid ikut dibakar. Di menara masjid, dikibarkan bendera kesyirikan yakni Bendera Hanuman (Kumparan.com, 26 Februari 2020).
Bermula, sejak dua bulan lalu Perdana Menteri Narendra Modi meloloskan Undang-Undang (UU) Anti-Muslim atau UU Amandemen Warga Negara. Undang-undang ini pun berbuntut aksi protes besar-besaran yang dinilai diskriminatif terhadap muslim India. Tersebab, dengan diketoknya UU yang merupakan tangan panjang kebijakan kolonial Inggris maka tidak ada lagi tempat untuk muslim di India.
Menurut UU ini, penduduk yang beragama Sikh, Budha dan lainnya diharuskan bermigrasi ke India dari Pakistan. Sedangkan penduduk muslim di India diharuskan bermigrasi ke Pakistan. Di bawah UU ini, umat Muslim India juga wajib untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India. Sehingga ada kemungkinan warga muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan (Tirto.id, 28/02/2020).
Padahal India telah menegaskan dirinya sebagai negara sekular. Maka jelas bahwa UU kewarganegaraan India sangat bertentangan dengan dasar negara mereka. Bahkan, telah melanggar batas ketika kebebasan beragama warga negaranya pun dipertentangkan. Tentunya nampak begitu besarnya kebencian terhadap muslim. Jika konsisten, seharusnya dunia termasuk PBB bereaksi tatkala gerakan Hindutva sudah melanggar asas-asas sebuah negara sekuler yang mengagungkan Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun nyatanya, dunia seolah bisu membungkam jika korban diskriminasi adalah umat Islam. Lantas di manakah mereka yang selama ini berteriak atas nama HAM? Mereka corong HAM kini telah mejadi penghianat atas pemikiran mereka sendiri. Di sisi lain, kamu muslimin di belahan dunia yang lain tak mampu berbuat apa-apa terhadap saudaranya. Dikarenakan, terpisah oleh garis negara bangsa.
Demikianlah, ilusi penerapan negara atas sekularisme berikut demokrasi dengan hak asasi manusianya. Sangat berbeda dengan Islam dengan ajaran agamanya yang diyakini kebenarannya. Di dalam Islam pluralitas (keberagaman dalam masyarakat) adalah sebuah keniscayaan. Di dalam masyarakat Islam tidak ada sistem kasta yang membeda-bedakan manusia dari segi strata sosialnya. Tersebab, yang membedakan di antara manusia adalah iman dan ketaqwaanya.
Namun demikian, Islam mengakui bahwa masalah agama dan keyakinan itu hak setiap orang yang harus dijaga. Oleh sebab itu dalam Islam ada prinsip “Tidak Ada Paksaan dalam Memeluk Islam.” sebagaimana di dalam Q.S. Al-Baqorah 256. Artinya, jika setelah mereka diseru untuk memeluk Islam namun mereka enggan, maka mereka dibiarkan dalam keyakinannya.
Di dalam Islam, bagi penduduk non muslim dan mereka mau hidup damai dalam naungan pemerintahan Islam, mereka dicatat sebagai warga negara. Mereka mendapatkan hak pengaturan sebagai warga negara yang tidak dibedakan dengan warga negara muslim. Negara Islam wajib melindungi darah, harta dan kemuliaan harga diri mereka. Mereka juga diurusi dengan sistem pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dijamin oleh negara.
Namun, mereka juga memiliki kewajiban membayar jizyah dimana besarnya disesuaikan kemampuan masing-masing. Jizyah juga berlaku hanya bagi yang laki-laki serta dibayarkan hanya sekali dalam setahun. Lalu ada kewajiban juga membela negara ketika ada serangan dari luar sebagaimana rakyat Homs Syria yang Nasrani ikut membantu pasukan Islam dalam menghadapi serbuan pasukan salib.
Di India, Kesultanan Mughal pernah berkuasa selama sekitar 150 tahun. Pada masa Maharaja Akbar di Mughal, terwujud keadilan hukum bagi penduduk, sistem pertanian yang maju dan kontrol oleh seorang Patel, serta penghapusan sistem kasta. Saat itu, Kesultanan Mughal terus gigih mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Inggris. Tersebab, ajaran Islam mengharamkan penjajahan. Maka setiap bentuk penjajahan harus dilawan dengan gerakan jihad.
Aturan hidup Islam telah terbukti selama sekitar 1300 tahun mampu menaungi hampir 2/3 dunia yang heterogen dalam sebuah keadilan dan keteraturan hidup. Sejak masa Nabi Saw, Khulafaur Rasyidin, Umawiyyah, Abbasiyah, dan hingga masa Utsmaniyyah. Inilah prestasi Islam. Sebuah prestasi yang tidak akan mampu ditandingi oleh peradaban manapun di dunia.
Tidakkah kita rindu dengan kembalinya naungan khilafah yang akan menjadi perisai umat Islam? Tidak kah kita rindu dengan Islam yang nyata sebagai rahmat bagi seluruh alam? Semoga Allah SWT menyegerakan hadirnya kembali negara Islam yang akan menanungi seluruh umat di alam raya. Aamiin, Allahumma Aamiin. [Hw/Lm]