Polemik Sertifikasi Layak Nikah
Oleh: Intan Alawiyah
LenSaMediaNews – Menikah adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di dalam Islam. Dengan menikah dua insan saling dihimpunkan dalam sebuah bahtera bernama rumah tangga. Keduanya bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Inilah salah satu ibadah yang jika dilaksanakan sesuai syariat Islam akan mewujudkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Namun sayang, hidup di era serba tidak pasti seperti saat ini mengakibatkan banyak pasangan yang tidak mampu melewati ujian pernikahan. Hingga akhirnya perceraian adalah jalan pintas menyudahi biduk rumah tangga yang telah dibina. Pupus sudah janji setia untuk bersama menyempurnakan separuh Dien menggapai ridho-Nya.
Angka perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk mengadakan program sertifikasi layak nikah bagi mereka pasangan yang hendak melakukan pernikahan. Rencananya aturan ini akan mulai diterapkan pada tahun 2020 mendatang. Program ini bertujuan untuk menekan angka perceraian di Tanah Air.
Pemerintah berencana menjalankan program sertifikasi persiapan perkawinan pada tahun 2020. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengatakan pasangan yang belum lulus sertifikasi tak diizinkan menikah.
“Ya, sebelum lulus mengikuti pembekalan enggak boleh nikah,” kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11). (Merdeka.com, 15/11/2019)
Pihak yang pro dan kontra pun bermunculan. Ada yang setuju dan ada yang mempertanyakan dampak dari diterapkannya kebijakan ini. Mungkinkah dengan adanya sertifikasi layak nikah akan menjamin kedua belah pihak suami-istri mampu mempertahankan biduk rumah tangganya?
Solusikah Sertifikasi Layak Nikah?
Jika kita cermati akar permasalahan yang terjadi. Maka akan didapati bahwa permasalahan perceraian yang menghantui para pasangan yang sudah menikah disebabkan karena sistem hidup yang diterapkan. Sistem kapitalisme, sekulerisme dan liberalismelah yang menjadi akar permaslahan penyebab perceraian.
Berbagai himpitan hidup yang terus menghampiri masyarakat mengakibatkan kondisi ekonomi yang menjadi pemicu terbesar dalam kehancuran berumah tangga. Sulitnya mencari pekerjaan, mahalnya kebutuhan pokok yang menyebabkan kasus stunting menambah beban berkeluarga, bebasnya media baik cetak maupun elektronik menayangkan konten-konten porno, perselingkuhan merajalela, kaum perempuan dijadikan tumbal ekonomi untuk membantu menutupi kebutuhan sehari-hari, dan lain sebagainya. Inilah hal-hal yang sesungguhnya menjadi pemicu perceraian terjadi.
Islam Memberikan Solusi yang Pasti
Problematika yang menghimpit umat seharusnya diselesaikan sampai menyentuh ke akarnya. Jika pemerintah hanya memberikan solusi untuk menekan angka perceraian dan abai terhadap faktor-faktor yang menjadi pemicu dari perceraian, maka hal tersebut hanyalah solusi parsial yang lambat laun akan mendatangkan masalah baru di kemudian hari.
Oleh karena itu, menyelesaikan konflik yang terjadi dalam pernikahan jangan hanya menyentuh permukaannya saja. Harus diberikan solusi yang pasti agar angka perceraian benar-benar bisa ditekan.
Negara di dalam sistem Islam memiliki peran yang luar biasa dalam mewujudkan tatanan keluarga SAMARA (Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah).
Pertama, Negara memiliki kewajiban untuk memberikan kurikulum pendidikan bagi anak usia pra-baligh agar mereka mampu memahami tugasnya masing-masing.
Kedua, negara akan memberikan kemudahan bagi mereka yang hendak menikah, baik dari segi biaya, perizinan, dan lain sebagainya.
Ketiga, negara bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi dengan memfasilitasi lapangan pekerjaan, pendidikan gratis, kesehatan gratis, hingga menjamin akan terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan juga papan.
Keempat, negara pun akan memberlakukan hukum/sanksi sesuai syariat Islam bagi siapa saja para pelaku zina. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan budaya perselingkuhan yang dapat mengundang malapetaka dalam ikatan pernikahan.
Dengan demikian, tatanan keluarga yang diimpikan pun akan terwujud. Disamping itu keimanan harus terus ditanamkan di antara kedua belah pihak baik suami maupun istri, agar mereka memahami bahwa pernikahan adalah salah satu ibadah dalam rangka mendekatkan diri pada Illahi. Sehingga ketika dihadapi dengan sebuah permasalahan, mereka mampu menyelesaikan sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah di dalam Alquran dan as-Sunnah. Pada akhirnya sakinah, mawaddah, wa rahmah pun tercipta di tengah-tengah keluarga.
Wallahua’lam.
[LenSa/Lm/Hw]