Ideologi Baru Solusi untuk Negeri?
Oleh: Meitya Rahma
(Pemerhati Masalah Sosial)
LensaMediaNews- Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menyebutkan bahwa sistem bernegara Indonesia menganut sistem kapitalis yang liberal. Hal ini disampaikan pada saat memberikan kuliah umum di kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat yang bertajuk “Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan”.
Dalam kesempatan itu dia mengatakan, ketika kita berkompetisi (politik dan pilkada) wani piro? praktiknya adalah money is power, bukan akhlak, kepribadian, attitude, bukan juga ilmu pengetahuan. Artinya, menurut Surya Paloh sebenarnya Indonesia malu-malu kucing untuk mendeklarasikan sebagai negara kapitalis yang liberal. Itulah Indonesia hari ini.
Tokoh nasional ini pun menyayangkan sistem politik yang cenderung kapitalis dan liberal di Indonesia yang tidak mendapatkan perhatian oleh para pakar akademisi. Padahal realitas di Indonesia saat ini bertentangan dengan Pancasila. Tidak ada pengamat, lembaga penelitian dan ilmiah yang memperhatikan. Menurut Surya Paloh saat ini Indonesia terlalu bersahabat dengan pragmatisme transaksional.
Kita pakai jubah nilai-nilai religi tapi sebenarnya penuh hipokrisi (munafik). Surya Paloh juga mempertanyakan, apakah masyarakat Indonesia mampu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena sistem tumbuh dan berkembangnya adalah non Pancasila? ada ideologi baru yang ditawarkan, entah bentuknya seperti apa. Dia meminta penelitian dari UI untuk meneliti ideologi baru tersebut.
Kalau Surya Paloh baru menyadari sekarang bagaimana kapitalis liberalnya Indonesia, masyarakat lain (terutama kelas menengah ke bawah) sudah merasakan dari dulu imbas diterapkannya kapitalis liberal di negeri ini. Merasakan betapa hidup di negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ijo royo royo, gemah ripah loh jinawi, atau zamrud khatulistiwa ini tidak bisa tenteram, nyaman dan damai.
Hak masyarakat tercerabut karena ketamakan para penguasa yang menjual aset negara. Aset negara yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Pemilik semboyan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” ini akan tiba masanya hanya tinggal semboyan saja. Demokrasi hanya menyisakan kebijakan yang tidak memihak rakyat.
Karena kebijakan yang dihasilkan dipersembahkan bagi para pemilik modal bukan untuk rakyat. Dari sinilah kran liberalisme ekonomi dibuka lebar. Lihatlah kemudian freeport diperpanjang masa kontraknya, import pangan mulai masuk ke Indonesia yang terkenal agraris, dan masih banyak lainnya. Beberapa masyarakat merasakan imbas dari sistem kapitalis liberal ini. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa ini merupakan imbas dari sistem kapitalis liberal.
Sistem kapitalis liberal inilah yang bertanggungjawab terhadap rusaknya tatanan masyarakat di berbagai aspek (politik, ekonomi, sosial, budaya) karena tegak di atas asas sekulerisme liberalisme, dan materialisme. Sayang sekali Surya Paloh baru merasakan sekuler liberalnya Indonesia pada saat ini. Padahal rakyat sudah merasakan jauh sebelumnya.
Maka ketika beliau meminta peneliti UI untuk meneliti tentang ideologi baru yang ditawarkan, secara tidak langsung beliau ingin mengetahui wacana ideologi yang baru. Ideologi yang bisa memberikan solusi bagi negeri, yang bisa menandingi ideologi kapitalis liberal. Ideologi baru tersebut adalah ideologi Islam. Islam hadir sebagai agama yang paripurna. Bukan hanya sebagai agama, Islam juga merupakan sebuah ideologi yang memancarkan aturan.
Bersumber dari Alquran dan As sunah. Karena bersumber dari Alquran maka aturan di dalamnya tak akan mendzalimi rakyat. Maka ketika Islam menjadi ancaman ideologi kapitalis, tidak heran para kapitalis sekuler berambisi menyingkirkan ideologi Islam dengan berbagai cara. Mereka sangat takut jika Islam bangkit sebagai institusi. Institusi pelaksana ideologi yang mampu memberikan solusi untuk negeri.
Wallahu a’ lam biashowab.
[LS/Ry]