Negara Bukan Pengemis Pajak

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LENSA MEDIA NEWS–Sejak tanggal 2 September 2024, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor melakukan penagihan pajak bumi dan bangunan (PBB) dari rumah ke rumah. Operasi Sisir PBB (Opsir PBB) di seluruh kecamatan dan kelurahan Kota Bogor tersebut dilakukan karena masih banyak warga yang menunggak pembayaran PBB.

 

Jumlah total tunggakan PBB yang harus ditagih sebesar Rp 500 Miliar. Nominal tersebut merupakan jumlah akumulatif sejak 2013-2024. Dari keseluruhan wilayah yang didatangi, Kecamatan Bogor Selatan merupakan wilayah yang paling tinggi nilai tunggakannya (radarbogor.jawapos.com, 11-10-2024).

 

Sistem Batil, Mengemis Pajak dari Rakyat Miskin

 

Inilah konsekuensi penerapan sistem demokrasi di negara ini. Pemungutan pajak dalam sistem ini bersifat wajib, permanen dan rutin. Pajak pun menjadi sumber utama penerimaan negara. Kewajiban membayar pajak di dalam sistem batil ini berlaku untuk seluruh warga negara. Tak peduli apakah rakyat nya kaya ataupun miskin.

 

Dalam permasalahan di Kota Bogor ini, Kecamatan Bogor Selatan mempunyai nilai tunggakan PBB terbesar karena memiliki warga miskin terbanyak se-Kota Bogor. Sangat bisa dipahami dalam kondisi ekonomi serba terbatas, rakyat tak mampu membayar pajak.

 

Tak hanya memiliki warga miskin terbesar, Kecamatan Bogor Selatan pun tercatat sebagai wilayah yang paling banyak permasalahannya. Kasus bencana alam seperti tanah longsor dan banjir serta berbagai persoalan menahun lainnya banyak terjadi di wilayah ini (sindonews.com, 12-02-2021). Miris, ketika dalam kondisi seperti ini pun rakyat tetap diwajibkan membayar pajak.

 

Pajak merupakan sumber pemasukan utama Kota Bogor, karena Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Bogor, Hanafi, mengklaim kota ini tidak mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) sebagai sumber pemasukan lainnya. Karena alasan tersebutlah maka lantas kota hujan ini mengandalkan potensi sektor jasa yang bersumber dari pajak dan retribusi (antaranews.com, 09-12-2023).

 

Sesungguhnya klaim bahwa Kota Bogor tidak memiliki potensi SDA patut dipertanyakan. Karena  menurut Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) Ir Syahroni Yunus, sejatinya, Wilayah Kota dan Kabupaten Bogor mempunyai SDA tanah yang subur dan sumber daya manusia (SDM) yang besar.

 

Jika potensi SDA pertanian Bogor dikelola dengan baik oleh para pakar pertanian dari IPB University, maka sektor pertanian terpadu (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan) dan hortikulturanya akan maju pesat. Bahkan Wilayah Bogor bisa menjadi salah satu kota penyangga Jakarta khususnya dalam bidang pangan (antaranews.com, 03-03-2019).

 

Seharusnya pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola dengan baik SDA yang ada. Kemudian keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan SDA tersebut digunakan untuk pembangunan daerahnya dan berbagai pengurusan kebutuhan rakyat seperti pendidikan serta kesehatan.

 

Namun dalam sistem demokrasi, paradigma yang ada dalam benak penguasa justru sebaliknya. Pengelolaan harta milik umum seperti SDA diserahkan kepada swasta. Negara hanya mendapatkan bagian kecil dari pajak pengelolaan harta milik umum tersebut. Sistem pengurusan rakyat yang jauh dari tuntunan Ilahi ini memang meniscayakan keberpihakan negara pada para pemilik modal.

 

Sistem Sahih, Pajak Diambil Dari Orang Kaya

 

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Negara Islam. Pajak dalam Negara Islam dikenal dengan istilah Dhariibah. Namun Dhariibah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak di dalam sistem demokrasi kapitalisme.

 

Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan pajak sebagai pemasukan rutin dan andalan untuk membiayai pengurusan negara. Sementara dalam Negara Islam, pungutan Dhariibah justru merupakan pilihan terakhir yang akan ditempuh negara. Penarikan Dhariibah diberlakukan kepada warga negara muslim yang kaya saja. Sedangkan terhadap warga negara non muslim dan yang miskin, tidak dikenakan penarikan Dhariibah.

 

Penarikan Dhariibah hanya akan dilakukan jika kas negara (Baitul Mal) kosong dan ketika negara sedang membutuhkan dana yang mendesak saja. Ketika kondisi Baitulmal telah terisi kembali dan kebutuhan yang mendesak telah tercukupi, maka penarikan Dhariibah dihentikan. Maknanya, penarikan Dhariibah bersifat isidental (sementara).

 

Karena sumber pemasukan tetap Baitulmal sudah melimpah. Harta tetap berjumlah besar tersebut berasal dari fai, kharaj, usyur dan dari pengelolaan terhadap harta-harta milik umum (SDA). Pengelolaan SDA sepenuhnya dilakukan oleh negara, dan tidak diijinkan untuk dikuasai perorangan maupun swasta (Zallum, Syekh Abdul Qadir. Sistem Keuangan Negara Khilafah. 2009).

 

Negara dengan sistem pemerintahan sahih berdasarkan tuntunan Ilahi hanyalah Daulah Khilafah Islamiyyah. Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam. Wallahualam bissawab. [ LM/ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis