Badai PHK Melanda, Ulah Sistem Durjana

Oleh. Ummu Haidar

 

LenSa Media News–Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlahnya sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang. “Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri ( detik.com, 26-9-2024).

 

Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang. (detikfinance.com, 26-09-2024).

 

Pemicu Badai PHK 

 

Tingginya angka PHK disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, sektor padat karya yang mengalami dampak dari lesunya pertumbuhan ekonomi global. Khususnya di sektor padat karya berorientasi ekspor seperti tekstil dan garmen.

 

Maraknya produk-produk impor ilegal, penurunan daya beli masyarakat akibat devaluasi rupiah yang memicu gelombang PHK dan banyak usaha yang belum mampu pulih kembali setelah pandemi COVID 19. Hal ini diperparah dengan proses transaksi politik di Indonesia yang mendorong banyak perusahaan untuk wait and see memantau dinamika politik yang akan terjadi beserta pengaruhnya.

 

Penanganan Negara yang Lamban

 

Peningkatan jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan harus segera dicarikan solusi agar tidak mengancam stabilitas negara. Namun negara justru terkesan lamban dalam memberikan penanganan. Pasalnya, gelombang PHK sudah terjadi sejak tahun 2023, tetapi negara terkesan abai dan membiarkan.

 

Hal ini setidaknya terlihat pada tidak segera ditindaklanjutinya rekomendasi ahli atas perlunya evaluasi dan revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan pengaturan impor. Peraturan yang dicurigai menjadi penyebab maraknya produk-produk impor yang berakibat pada lesunya industri di tanah air.

 

Dilain sisi, perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor didominasi kepemilikannya oleh swasta asing. Maka atas dalih rumitnya izin impor beberapa produk tertentu, sangat mudah menjadikannya alasan tuk hengkang dari negeri kita. Menyisakan masalah warga lokal yang menjadi karyawannya.

 

Persoalan yang sejatinya bisa diantisipasi oleh negara lewat penyelenggaraan program padat karya. Tapi belum terlihat upaya nyata atasnya. Bahkan langkah antisipasi terhadap adanya modernisasi mesin di sejumlah perusahaan. Jika ke depannya mengharuskan perusahaan memangkas jumlah pegawai pun belum nampak keberadaannya.

 

Ulah Sistem Kapitalisme Durjana

 

Maraknya PHK merupakan akibat dari kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara pengguna sistem kapitalisme. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepas tangan negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.

 

Sementara, perusahaan swasta menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Dimana para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan semata.

 

Perusahaan senantiasa berorientasi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Salah satunya dengan memperkecil biaya produksinya. Sedangkan pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi yang berpengaruh terhadap biaya produksi industri.

 

Disisi lain, UU Omnibus Law Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan PHK, sementara mempekerjakan tenaga kerja asing syaratnya kian dipermudah. Alhasil, rakyat makin sulit mengakses lapangan kerja di negaranya.

 

Solusi Islam 

 

Islam mewajibkan negara mengurus rakyat. Termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup melalui berbagai kebijakan yang mendukung. Pertama, pendidikan terjangkau bahkan gratis untuk rakyat. Mereka bebas mengenyam pendidikan tanpa dibebani biaya. Selain itu, mereka diberi pemahaman akan wajibnya bekerja bagi laki-laki. Perempuan hanya dibolehkan bekerja disektor yang memang harus diisi perempuan.

 

Kedua, pengelolaan sumberdaya alam ada di tangan negara. Eksplorasi bahan mentah membutuhkan banyak tenaga kerja. Maka dipastikan ia akan banyak menyerap tenaga kerja yang tersedia. Sedangkan tenaga kerja asing dibatasi jumlah dan masa kerjanya sesuai kebutuhan dan disertai kewajiban transfer ilmu dan tekhnologi kepada pekerja lokal.

 

Ketiga, negara menjadi pihak sentral dalam penyelesaian persoalan umat, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan membangun iklim usaha yang kondusif. Negara juga bertanggung jawab memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja.

 

Keempat, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat melalui berbagai mekanisme yang sesuai hukum syara. Demikianlah, negara dalam naungan Islam tidak akan membiarkan rakyat berjuang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun negara memberi pelayanan yang menghadirkan kesejahteraan secara nyata. Wallahualam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis