Mahalnya Duduk di Kursi Dewan, Hingga SK Tergadaikan

Oleh: Sunarti

 

LenSa Media News–Politik balas budi memang sudah tidak asing lagi dalam sistem demokrasi. Sayangnya justru banyak yang terjebak dan tergiur glamornya menjadi anggota dewan. Tak heran jika ‘keberangkatan’ menuju kursi anggota dewan butuh pundi-pundi rupiah dengan nilai yang cukup menawan. Mirisnya lagi, masih banyak yang percaya sistem demokrasi bertahta di negeri ini.

 

Ternyata beban anggota dewan yakni DPRD yang terpilih cukup besar. Dalam laman Detik.com, tanggal 7-9-2024, memberitakan  Prof. Anang Sujoko mengatakan  untuk memenangkan kontestasi dan lolos sebagai anggota DPRD, meski tidak 100%, beberapa di antara caleg itu masih menerapkan pengeluaran yang tidak sedikit.

 

Menurutnya, banyak komponen yang menjadikan biaya politik seorang bakal calon legislatif itu mahal. Seperti alat-alat kampanye, biaya untuk sukses bacaleg, biaya merawat konstituen atau program-program meningkatkan loyalitas konstituen dan hal lain yang membuat para bacaleg meminjam modal kepada pihak-pihak tertentu, baik personal maupun perbankan. Fenomena keprihatinan terhadap praktik-praktik demokrasi yang ada di Indonesia ini bukan lagi mahal akan tetapi sangat mahal, tegasnya.

 

Politik Balas Budi dalam Sistem Demokrasi

 

Kesempatan luas dalam sistem demokrasi dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk memberikan pinjaman bersyarat kepada para caleg legislatif. Seperti kemudahan penguasaan aset-aset negara melalui perundang-undangan yang akan disahkan anggota legislatif atas nama kerjasama.

 

Hal demikian tidak hanya terjadi di anggota dewan di daerah, namun hingga pusat (eksekutif dan yudikatif). Para anggota dewan ini tidak memikirkan nasib rakyat, tapi memikirkan bagaimana mereka bisa membayar utangnya kepada para kapitalis tersebut. Parahnya, mereka memikirkan diri sendiri untuk hidup hedon. Dan telah lupa kata-kata manis kepada masyarakat yang telah diucapkan sebagai janji. Inilah gambaran politik balas budi dalam sistem demokrasi yang sesungguhnya.

 

Jabatan dalam Pandangan Islam

 

Islam menetapkan jabatan sebagai amanah. Landasannya adalah akidah dan standarnya adalah hukum syara‘. Islam mengenal Majelis Umat (MU) yang tupoksinya berbeda dengan wakil rakyat dalam demokrasi. Fungsi majelis umat adalah perpanjangan aspirasi umat yang dipilih. Dari awal terpilihnya majelis umat, adalah kepercayaan rakyat untuk menyampaikan pendapat, bukan sebagai iklan dan atau pencitraan yang berbiaya mahal.

 

Sungguh berbeda pelaksanaan sistem demokrasi dan sistem Islam. Islam menempatkan posisi pejabat sebagai sebuah amanah dari Allah juga dari rakyat. Politik balas budi tidak pernah terjadi. Sementara fenomena gadai SK gaji adalah salah satu penampakan wajah buruk sistem demokrasi.

 

Saatnya masyarakat bisa membedakan antara sistem Islam dan sistem demokrasi. Sehingga bisa membuka pikiran berapa Allah memuliakan manusia dengan aturanNya dan memilih untuk mengembalikan sistem Islam yang telah lama muslim tinggalkan. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis