Reformulasi Anggaran Pendidikan: Wujud Lepas Tangan Negara

Oleh: Rifdah Nisa

 

LenSaMediaNews.com__Rencana reformulasi mandatory spending alias tafsir ulang anggaran pendidikan dalam APBN yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR dinilai tidak tepat oleh sejumlah ekonom. Seperti diketahui selama ini anggaran pendidikan dipatok dari belanja negara. Akan tetapi patokan ini hendak disesuaikan dalam wacana baru.

 

Wacana ini mencuat setelah menteri keuangan Sri mulyani Indrawati mengusulkan perubahan basis 20% mandatory spending dari belanja negara menjadi pendapatan negara. Usulan ini berpotensi mengurangi anggaran yang dialokasikan untuk sekolah. Jika perubahan ini ditetapkan, anggaran pendidiakan yang sebelumnya Rp665 triliun (mengacu pada belanja negara) dapat turun menjadi sekitar Rp560,4 triliun (mengacu pada penerimaan negara) (Bisnis.com, 6-9-2024).

 

Sri Mulyani mengatakan perlu adanya tafsir ulang mandatory spending 20% anggaran pendidikan dalam APBN dengan dalih untuk mengurangi beban APBN. Pernyataan ini menjadi bukti bahwa negara lepas tangan untuk memenuhi hak dan jaminan pendidikan kepada semua rakyatnya. Anggaran pendidkan saat ini saja tidak mampu memberi jaminan dan layanan pendidikan terbaik apalagi jika dikurangi.

 

Realita menunjukkan jika ingin mendapat pendidikan yang layak dengan fasilitas dan layanan bagus, maka butuh biaya besar. Ini dapat kita jumpai pada sekolah-sekolah swasta. Sedang sekolah negeri yang gratis kurang diminati bagi keluarga menengah ke atas, karena dari sisi pelayanan dan fasilitas kurang memadai.

 

Layanan dan fasilitas pendidikan terbaik hanya dinikmati oleh orang yang berduit. Sehingga terjadi ketimpangan pendidikan antara sekolah negeri dan swasta. Apalagi saat ini sekolah negeri tidak seratus persen gratis karena masih ada biaya yang dibebankan bagi peserta didik. Wajar banyak anak yang putus sekolah karena keterbatasan biaya. Adapun bantuan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah kuota sangat sedikit dan tidak merata.

 

Realita ini tidak akan terlepas dari penerapan sistem pendidikan kapitalis. Di mana negara hanya berfungsi sebagai regulator yang hanya mengatur kebijakan undang-undang. Sedang layanan pendidikan diserahkan kepada pihak swasta untuk dikomersialkan.

 

Berbeda dalam pandangan Islam. Pendidikan merupakan kebutuhan vital yang harus dipenuhi oleh negara secara cuma-cuma dengan layanan yang terbaik. Anggaran pendidikan akan diambil dari kas negara lewat Baitulmal yaitu fa’i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari kepemilikan umum dan pemasukan dari kepemilikan negara.

 

Dengan banyaknya pos pemasukan negara akan memudahkan untuk pembiayaan layanan pendidikan. Dengan penerapan sisten ekonomi Islam akan mendukung pelaksaan sistem-sistem lain untuk mewujudkan pelayanan terhadap umat.

 

Pendidikan dalam Islam menjadi perkara penting karena menyangkut generasi dan masa depan negara. Tidak hanya layanan dan fasilitas, guru juga akan mendapatkan jaminan kesejahteraan lewat gaji yang didapat atas jerih payah mendidik generasi.

 

Inilah gambaran layanan pendidikan dalam Islam yang memprioritaskan layanan pendidikan terbaik untuk warganya tanpa harus otak atik anggaran pendidikan. Wallahu a’lam bishowab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis