Gadai SK Aparat Negara, Sebuah Lagu Lama

Oleh: Irma Sari Rahayu

 

Lensa Media News – Baru beberapa hari dilantik, beberapa anggota DPRD langsung mendaftarkan SK (Surat Keputusan) kepada bank sebagai jaminan pinjaman uang. Namun ternyata, fenomena ini dianggap biasa dan sudah tradisi. Benarkah demikian?

Dilansir dari liputan6.com (6-9-2024), sekitar 5-10 anggota DPRD Kota Serang Periode 2024-2029 yang baru beberapa hari dilantik, menggadaikan SK kepada pihak bank. Penyerahan Surat Keputusan (SK) ini sebagai syarat untuk mrngajukan pinjama dana kepada pihak bank.

Tak hanya di Serang, beberapa anggota DPRD kota-kota lain seperti Subang, Pasuruan, Sragen, dan Malang juga melakukan hal yang sama. Tak tangung-tanggung, besaran dana pinjaman yang diajukan berkisar Rp200 juta hingga Rp500 juta rupiah, dengan tenor lima tahun atau selama masa jabatan anggota dewan. Sungguh fantastis!

 

Gadai SK, Tradisi Memalukan

Fenomena gadai SK anggota dewan dan abdi negara lainnya disinyalir sudah berjalan lama. Bak tradisi yang terus berulang tiap lima tahun sekali. Berulangnya tradisi gadai SK karena tak ada aturan baku yang melarang aktivitas tersebut. Sekretaris DPRD Kota Serang, Ahmad Nuri mengatakan, tidak ada aturan yang melarang anggota dewan menggadaikan SK- nya. Hal tersebut sepenuhnya adalah hak anggota dewan sesuai dengan kebutuhannya.

Berbagai sebab yang menjadi alasan anggota dewan menggadaikan SK ke bank. Ada yang untuk renovasi rumah, bisnis, bahkan sekadar memenuhi gaya hidup seperti membeli mobil. Namun, kuat dugaan berbondong-bondongnya anggota dewan menggadai SK adalah untuk menutup ongkos politik saat pemilihan legislatif dan memulihkan ekonomi pasca pileg. Hal ini diungkapkan oleh pengamat politik Adi Prayitno dalam acara Metro Pagi Prime Time yang ditayangkan oleh Metro TV, Senin 9 Sepetember 2024.

 

Gadai SK dan Aroma Busuk Demokrasi

Tak dapat dipungkiri, berbagai pesta demokrasi mulai dari pemilihan presiden, kepala daerah, pemilihan legislatif mulai dari DPR, DPRD tingkat provinsi, kota, kabupaten bahkan pemilihan kepala desa membutuhkan ongkos politik yang tak sedikit. Dana yang dibutuhkan untuk kampanye bahkan bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy mengatakan, rata-rata calon anggota DPR harus menyiapkan dana Rp15 miliar untuk kampanye di satu dapil (daerah pemilihan), DPRD provinsi Rp3 miliar dan DPRD kota/ kabupaten sebesar Rp1 miliar. Angka yang fantastis untuk sebuah ambisi meraih jabatan.

Besarnya dana politik biasanya digunakan untuk membayar mahar politik agar dapat dicalonkan oleh partai. Belum lagi jika ada money politic atau jual beli suara jelang pemilihan, dana politik yang dibutuhkan tentu semakin besar.

Fenomena gadai SK anggota dewan disorot tajam oleh sebuah media asing Channel News Asia (CNA) yang bertempat di Singapura. CNA melaporkan femomena berulang tradisi gadai SK ini. Dikhawatirkan akan ada risiko kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan mencari dana tambahan demi menutupi pembiayaan cicilan dan dana politk. Kekhawatiran ini sangat beralasan, karena sepak terjang anggota dewan sudah terlihat dari awal menjabat. Aroma busuk demokrasi kian menguar seiring aktivitas kotor para pengusungnya.

 

Pandangan Islam

Aktivitas gadai barang sebenarnya boleh dalam syariat Islam. Secara syar‘i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya. Rasulullah saw. sendiri pernah melakukan aktivitas gadai.

Anas ra. juga pernah menuturkan: “Sesungguhnya Nabi saw. pernah mengagunkan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.” (HR al-Bukhari).

Namun, harus diperhatikan dalam gadai adalah tidak boleh ada riba dan tujuan dari meminjam uang dengan memberikan agunan adalah untuk kebutuhan yang mendesak. Realitas hari ini, banyak masyarakat dan para abdi negara tergiur meminjam uang untuk memenuhi gaya hidup dan memuluskan jalan buruk demokrasi. Padahal, meminjam uang disertai riba adalah haram dan dicela oleh Allah Swt.

Allah Swt. berfirman dalam surah Al- Baqarah ayat 278-280 yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka jika kalian bertaubat, maka bagi kalian adalah pokok harta kalian. Tidak berbuat dhalim lagi terdhalimi. Dan jika terdapat orang yang kesulitan, maka tundalah sampai datang kemudahan. Dan bila kalian bersedekah, maka itu baik bagi kalian, bila kalian mengetahui.”

Seorang aparat negara di dalam khilafah Islam dipilih oleh khalifah berdasarkan kapabilitas dan kualitas keimanannya. Mereka digaji dan dipenuhi kebutuhannya dengan layak sehingga tercukupi. Tak akan teralihkan tugas para abdi negara khilafah selain melayani urusan umat. Wallahua’lam.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis