Idle Dikapitalisasi, Bukti Rusaknya Sistem Lalai

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News–Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mewacanakan untuk merevitalisasi sumur minyak yang tengah “nganggur” atau idle. Tujuannya demi menggenjot produksi minyak nasional.

 

Bahlil pun menilai bahwa pemanfaatan sejumlah sumur minyak selama ini masih di bawah nilai optimal. Jumlah sumur yang ada yaitu 44.900 sumur minyak, dan hanya 16.300 sumur yang berproduksi (cnbcindonesia.com, 26-8-2024). Mestinya optimasi sumur minyak tidak aktif ini segera dilakukam untuk mendongkrak hasil minyak bumi di tanah air. Terkait hal tersebut, Bahlil pun merencanakan akan melakukan penawaran kepada para investor, baik investor dalam negeri maupun asing untuk mengelolanya.

 

Bahlil pun mengira-ngira bahwa nilai produksi minyak tidak mampu mencapai 600 ribu bph, yakni berkisar 580 ribu bph. Sementara kebutuhan minyak saat ini telah menyentuh angka 1,5 -1,6 juta bph. Usaha optimasi mutlak dibutuhkan. Potensi cadangan minyak dari revitalisasi sumur idle diharapkan mampu mendongkrak nilai kekurangan tersebut.

 

Gagal Fokus Pengelolaan Sumber Daya

 

Kebijakan penawaran sumur idle pada pihak swasta maupun asing merupakan langkah yang dianggap praktis bagi pemerintah. Alih-alih ingin mendapatkan optimasi produksi minyak, namun apa yang terjadi jika faktanya kebijakan tersebut justru membegal produktivitas minyak dalam negeri?

 

Penawaran sumur-sumur minyak yang tidak produktif merupakan langkah keliru yang ditetapkan negara. Apapun alasannya negara mestinya mampu berdikari mengelola potensi minyak yang dibutuhkan berbagai pihak. Jika pengelolaan dan potensi sumur minyak non aktif tersebut dikelola swasta atau asing, sudah pasti konsep bisnis niscaya terjadi.

 

Saat rakyat membutuhkan minyak mentah sebagai bahan dasar segala bentuk kebutuhan, akan dipalak dengan harga tinggi. Mengingat biaya produksi dan nilainya pun tinggi. Celah inilah yang memberikan potensi keuntungan melimpah bagi pihak swasta ataupun asing.

 

Pejabat negara selayaknya tidak “menawarkan” sumber minyak potensial begitu saja pada pihak investor. Karena hal tersebut menyangkut dengan hajat hidup rakyat sebagai pemilik sumber daya mineral. Jelaslah, kebijakan tersebut merupakan bentuk gagal fokus pemerintah terhadap tujuan utama pemeliharaan sumberdaya mineral. Sumberdaya mineral yang selayaknya untuk memenuhi kebutuhan rakyat justru dengan mudahnya diperjualbelikan.

 

Inilah dampak dari penerapan sistem sekularisme kapitalistik. Kebijakan pejabat yang bernafsu pada keuntungan materi tanpa memikirkan dampak sistemisnya bagi rakyat. Setiap kebijakan yang ditetapkan hanya disandarkan pada keuntungan materi dengan menihilkan nilai dan aturan agama di dalam setiap penetapannya.

 

Tak ayal, setiap kebijakan yang ditetapkan pun selalu beraroma ekonomi liberalisme yang berpedoman pada konsep bebas tanpa batasan jelas. Aturan agama dianggap batu sandungan yang merusak kepentingan.

 

Wajar saja, saat nilai halal dan haram diabaikan. Konsep benar salah pun diterjang demi memenuhi keuntungan yang selalu dicari. Alhasil, konsep ini pun melahirkan penguasa dan pengelola yang serakah pada sumberdaya yang mestinya dikelola dengan cerdas.

 

Mestinya pemerintah dan para pejabatnya mampu berpikir kritis dan strategis terkait pemanfaatan sumberdaya mineral yang dimiliki negara. Namun sayang, sistem rusak yang kini dijadikan panduan menjadi kebijakan terstruktur yang menciptakan kebatilan dan kezaliman bagi kepentingan rakyat.

 

Tata Kelola Sumber Daya dalam Islam

 

Rasulullah SAW. bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api“. ( HR. Abu Dawud dan Ahmad).

 

Hadits tersebut dengan gamblang menyebutkan bahwa tata kelola sumberdaya wajib ditujukan demi kepentingan seluruh rakyat. Dan dilarang kepemilikan serta pengelolaannya di bawah tangan individu, pihak swasta maupun asing. Negaralah satu-satunya institusi yang wajib mengelola dan mengoptimalkan segala bentuk potensi sumberdaya untuk melayani rakyat.

 

Sistem Islam menata sistem ekonomi dengan tuntunan syariat Islam yang utuh dan menyeluruh. Sumberdaya mineral yang melimpah akan dikelola dengan sistem ekonomi Islam amanah yang senantiasa menempatkan kepentingan umat sebagai prioritas utama.

 

Anggaran dan teknologi disiapkan untuk mengoptimasi sumberdaya yang ada. Tujuannya untuk memenuhi dan memudahkan kepentingan umat. Jika negara belum memiliki teknologi modern yang mumpuni, negara akan menyewa tenaga ahli beserta teknologinya dari luar negeri dengan akad ijarah (kontrak kerja) dengan pengawasan dan kendali negara secara langsung.

 

Paradigma tersebut hanya mampu terwujud dalam sistem Islam berwadahkan khilafah. Satu-satunya institusi bijaksana dan amanah yang menetapkan kebijakan sesuai kepentingan rakyat. Kedaulatan negara menjadi kokoh dan mandiri. Kesejahteraan rakyat pun tercapai sempurna. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis