DPR, Benarkah Wakil Rakyat?

Oleh: Nining Sarimanah

 

 

LenSa MediaNews__ Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus, kembali menggelar aksi demo di depan gedung DPR RI, Senayan, Jumat (23/8) sore. Aksi massa ini, merupakan bagian dari gerakan “Peringatan Darurat Indonesia” yang menggema di media sosial, setelah DPR mengabaikan putusan MK (23-8-2024).

 

Sebelumnya, pada Kamis lalu (22/8) beragam elemen masyarakat telah melakukan demontrasi di berbagai daerah. Malamnya Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan pembatalan pengesahan revisi UU Pilkada karena syarat kuorum tidak terpenuhi.

 

Revisi UU Pilkada jelas membuat geram masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, isinya bertentangan dengan keputusan MK. RUU Pilkada tersebut, disinyalir memuluskan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep maju dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta.

 

Sungguh, RUU Pilkada tidak mewakili aspirasi rakyat. Padahal dalam demokrasi, DPR adalah wakil rakyat. Namun faktanya, keberadaan badan legislasi ini justru menjadi alat untuk memuluskan kepentingan penguasa dan pengusaha. Tak hanya soal RUU Pilkada, UU Cipta Kerja yang ditentang banyak kalangan khususnya kaum buruh karena merugikan pihak pekerja pun disahkan.

 

Lalu untuk apa keberadaan DPR, jika semua UU yang dilahirkan merugikan rakyat? Karena itu, jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya isapan jempol belaka.

 

Demokrasi hakikatnya sebagai legitimasi untuk kepentingan segelintir orang. Lantaran aturan yang lahir dari demokrasi, tak lepas dari kepentingan manusia itu sendiri. Sehingga, wajar banyak pertentangan dan merugikan rakyat dari aturan yang dibuat. Itulah demokrasi, yang merupakan produk akal manusia yang terbatas.

 

Karenanya, agar tidak terjadi pertentangan dan kezaliman. Aturan kehidupan harus berasal dari pencipta manusia, Allah Swt., karena Allah tidak memiliki kepentingan apa pun. Dia-lah pemilik segalanya.

 

Di sisi lain, penguasa dalam Islam hanya menjalankan hukum Allah semata dan menutup rapat adanya campur tangan hukum buatan manusia. Artinya, hukum yang wajib mengatur seluruh kehidupan adalah syariat Allah.

 

Dengan demikian, Islam adalah agama yang diturunkan Allah untuk dijadikan tuntunan kehidupan manusia yang menghantarkan kebaikan dan keberkahan. Berbeda dengan hukum buatan manusia, yaitu demokrasi yang menimbulkan kemudaratan dan kesengsaraan.

Please follow and like us:

Tentang Penulis