Benarkah Kita Sudah Merdeka? 

Oleh:Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa Media News–Merdeka berarti bebas dari segala bentuk kezaliman dan tekanan. Negeri tercinta ini telah memasuki usia kemerdekaan ke-79. Setelah 79 kemerdekaan, ternyata sejahtera belum merata. Kemiskinan terus meningkat. Kejahatan makin merajalela. Tradisi korupsi makin meraja. Lapangan pekerjaan begitu sulit diakses. Ekonomi kian menghimpit. Hidup pun terasa sangat sempit.

 

Makna Kemerdekaan

 

Wajah generasi pun kian lusuh dan ternoda akibat paparan pergaulan gaya barat destruktif yang makin permisif. Pergaulan bebas dianggap trendi. Hamil duluan dianggap tradisi. Masalah generasi terus datang bertubi-tubi tanpa henti. Inikah hakikat kemerdekaan?

 

Di sisi lain, utang negara melangit, aksi curang dan sikut para pemimpin dalam menggapai kekuasaan kian liar dan menjadi tontonan biasa yang disajikan berbagai media. Miris. Segala jalan dihalalkan demi kewenangan dan kemenangan.

 

Kemerdekaan dirayakan dengan penuh tawa canda dan sukacita. Hiruk pikuknya membahana. Dilansir dari kompas.com, perayaan peringatan kemerdekaan tahun ini menelan biaya yang fantastis, Rp 87 milyar. Dan dilaporkan anggaran tersebut naik signifikan dibanding tahun lalu sebesar Rp 53 Milyar (www.dpr.go.id, 13-8-2024).

 

Sama sekali tidak membuahkan esensi perjuangan menuju kebangkitan di tengah berbelitnya berbagai keterpurukan. Inilah bentuk tata kelola buruk.

 

Pendidikan, kesehatan, sumberdaya alam menjadi “barang dagangan” korporasi demi keuntungan materi. Sementara, rakyat harus membeli mahal setiap kebutuhan hidup. Kedaulatan negeri ini tengah tergadai utang luar negeri yang terus membumbung tinggi.

 

Ternyata merdeka yang kini tengah diraih adalah kemerdekaan semu yang dianggap wajar dan normal. Kemerdekaan semu yang tercipta karena persepsi buruk tentang arti kemerdekaan hakiki.

 

Sungguh, kita semua masih terjajah dalam sistem kapitalisme sekuleristik yang kini terus membelenggu. Ekonomi yang liberal membuahkan penjajahan yang sama sekali tidak kita rasakan. Penjajahan pemahaman dan pemikiran ala barat menjadikan kita tak bisa bergerak maju dan bangkit. Seharusnya kita sadar, bahwa kita tengah sakit dan membutuhkan obat penawar.

 

Selayaknya kita segera campakkan sistem rusak, kapitalisme sekularistik yang benar-benar destruktif. Sifatnya rusak dan merusak. Sistem rusak ini mesti diganti dengan sistem tata kelola kehidupan yang amanah. Yaitu konsep kehidupan yang menjadikan aturan agama sebagai sumber hukum dan aturan kehidupan.

 

Islam, Harapan Sejati

 

Sistem Islamlah satu-satunya harapan. Sistem ini menyajikan penerapan aturan Islam yang menyeluruh di setiap bidang kehidupan. Dalam sistem Islam, pelayanan terhadap umat diposisikan sebagai prioritas utama. Setiap kebijakan ditetapkan demi kemaslahatan umat di setiap bidang melalui berbagai strategi dan mekanisme yang menjaga.

 

Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori)

 

Hanya dengan sistem Islam, tata kelola sumberdaya diurus dengan amanah dan bijaksana demi mensejahterakan seluruh rakyat. Nyawa rakyat adalah prioritas utama. Alhasil, sejahtera merata tercipta. Negara pun memiliki sumber keuangan yang tangguh tanpa utang. Kedaulatan terjaga, rakyat sejahtera. Kemerdekaan hakiki terlahir sempurna.

 

Dalam Islam pun, ekonomi terjaga stabil. Segala bentuk pengelolaan sumberdaya disandarkan pada satu konsep bijaksana. Dengan paradigma tersebut, kekayaan alam dan segala sumbernya akan dikelola amanah untuk seluruh kebutuhan umat. Keselamatan dan kesejahteraan umat terjaga, kedaulatan sempurna. Semua ini hanya mampu terwujud dalam satu tatanan yang amanah, khilafah manhaj an Nubuwwah. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis