Banjir Impor China, Kesejahteraan Hanya Utopia

Oleh: Ranita

 

LenSa Media News–Anak di pangku dilepaskan, beruk di rimba disusukan. Peribahasa ini sangat pas digunakan untuk menggambarkan tingkah penguasa hari ini. Betapa tidak, bukannya memproteksi dan memajukan industri dalam negeri, penguasa justru membiarkan pasar Indonesia dibanjiri produk dari China. Dikabarkan dari CNBC Indonesia (26/7/2024), produk tekstil dan keramik dari China terus menggempur pasar domestik Indonesia.

 

Serbuan impor dari China ini bukanlah hal baru. Situasi ini telah berlangsung sejak sebelum CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area) diberlakukan. Setelah Indonesia ikut serta menandatangani proyek CAFTA pada 2007 dan resmi memberlakukannya pada awal tahun 2010, serbuan impor dari China semakin masif. Perjanjian perdagangan bebas yang digadang-gadang menguntungkan kedua pihak, nyatanya hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi Industri dalam negeri China. Pada 2018, impor barang China di Indonesia tumbuh hingga 27,32%, tertinggi sejak 2011 (cnbcindonesia.com, 10/7/2019).

 

Dampak situasi ini bagi perekonomian Indonesia bukan hanya menyebabkan persaingan pasar yang tidak berimbang karena harga barang dari China yang murah, tapi juga mengakibatkan beberapa industri lokal gulung tikar hingga menyebabkan tingginya angka pengangguran sebagai dampak dari PHK karena efisiensi industri.

 

Sayangnya, negara terkesan abai pada kondisi ini. Tidak ada upaya regulasi untuk menghentikan gempuran impor dan memproteksi industri dalam negeri. Rakyat dibiarkan bersaing dengan asing adidaya di negeri sendiri tanpa dukungan aturan yang memihak kepentingan rakyat.

 

Penguasa Adalah Penggembala

 

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda,  “Sesungguhnya Imam (Pemimpin/Penguasa) laksana penggembala, Dan (hanya) dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya.”

 

Dari hadits ini, Rasulullah menggambarkan tanggung jawab seorang penguasa laksana tanggung jawab penggembala pada hewan gembalaannya. Dia bertanggung jawab agar hewan gembalaannya hidup sehat terpelihara dan aman dari ancaman binatang buas.

 

Begitu pun penguasa. Islam menetapkan, pemimpin/penguasa bertanggung jawab agar rakyat yang dipimpinnya berada dalam kondisi tercukupi kebutuhannya dan terjaga keamanannya, baik keamanan fisiknya maupun finansialnya. Penguasa berkewajiban menetapkan hukum dan regulasi agar setiap kerjasama ekonomi dengan asing tidak membahayakan ekonomi rakyat maupun kedaulatan negara.

 

Ekspor diberlakukan pada barang yang tidak memperkuat asing dan tidak membahayakan kebutuhan dalam negeri. Impor juga tidak boleh sampai membahayakan keseimbangan ekonomi di dalam negeri. Setiap kerjasama dengan asing yang tidak memenuhi persyaratan ini harus ditolak.

 

Di sisi lain, penguasa dalam Islam juga berkewajiban memastikan setiap warga negaranya memiliki daya beli sekaligus bijak membelanjakan harta. Kondisi ini tentu hanya bisa dilakukan jika lapangan kerja untuk rakyat terbuka lebar. Selain itu, pembiayaan kolektif seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, sumber daya energi, tidak lagi dibebankan kepada rakyat tapi dikelola negara sebagaimana Islam telah mengaturnya.

 

Dengan politik ekonomi Islam, kesejahteraan dan keamanan finansial rakyat bukan lagi utopia. Impor dan kerjasama ekonomi juga tidak mampu mendatangkan bahaya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis