Menelisik Efektifitas Mensantrikan Umat Dengan Sekularisme
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Perabadan
LenSa Media News–Saat bersilaturahmi dengan peserta Konferensi Dai Asia Tenggara Internasional ( Dai Asia Tenggara (International Conference For Southeast Asia Dai) di Istana Wapres, Jakarta, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta tetap fokus berdakwah agar umat tidak terpinggirkan (Antaranews.com, 26/7/2024).
Menurut Ma’ruf, fokus dakwah adalah untuk memperkuat umat agar mampu menghindarkan dari keadaan lemah atau dhuafa, yaitu dari bertindak dan berfikir di luar ajaran Allah SWT. Sebab masih banyak masyarakat Islam yang masih makan minuman yang tidak halal dan ber-muamalah yang tidak sesuai syariah dan lainnya.
Para dai juga diimbau untuk berdakwah tentang menyelamatkan umat dari perpecahan karena adanya pengaruh dari luar, dimana pengaruh itu membuat kegamangan, keraguan terhadap ajaran agama atau penyesatan-penyesatan.
Intinya, prioritas dakwah di Indonesia adalah santrinisasi. Ada aktifitas mengarahkan umat Islam di Indonesia yang berjumlah besar untuk memiliki pemahaman agama yang lebih kuat, dengan tetap moderat dan toleran. Ma’ruf mengapresiasi adanya seminar dai di Asia Tenggara ini, harapannya bisa memperluas pemahaman Islam wasathiyah di seluruh negara kawasan.
Tujuan Baik tapi Metode Buruk Akankah Sampai di Tujuan?
Patut kita apresiasi adanya seminar dai tingkat Asia Tenggara, sebagai negeri dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tentunya bangga bisa menjadi bagian dari even skala Asia Tenggara. Namun ada yang patut untuk ditelisik, jika tujuannya bisa memperluas pemahaman Islam wasathiyah di seluruh negara kawasan apalah gunanya?
Indonesia negara tertinggi angka pemain judi online, negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Belum lagi marak kekerasan terhadap anak dan perempuan diselesaikan dengan cara wasathiyah atau lebih dikenal dengan istilah moderasi justru semakin jauh dari target.
Yang seringkali terlewat, justru Islam wasathiyah mengajak kepada perpecahan. Pasalnya ada pemahaman yang keliru (justifikasi) terhadap firman Allah SWT. yang artinya,“Demikian pula kami telah menjadikan kalian ummat[an] wasath[an] agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjdi saksi atas (perbuatan) kalian “ (TQS Al Baqarah :143).
Imam Ibn Katsir menjelaskan di dalam Tafsîr Ibn Katsîr, “Wasath di sini adalah al-khiyâr wa al-ajwad (yang terbaik, pilihan dan paling bagus)”. Jadi jelas, yang dikampanyekan selama ini kepada kaum muslim bahwa kata wasath[an] adalah pertengahan, yaitu tidak radikal dan tidak liberal itu salah besar.
Ditambah lagi, Ibnu Katsir menjelaskan, “Ketika umat ini dijadikan sebagai ummat[an] wasath[an], Allah mengkhususkan mereka dengan syariah paling sempurna, manhaj paling lurus, dan mazhab paling jelas.” Maka yang tepat sikap wasath tidak lain adalah sikap adil, yaitu menempatkan segala sesuatu sesuai posisi dan ketentuannya menurut syariah. Bukan mengambil sebagian dan membuang sebagian yang lain.
Yang lebih tepat adalah, kaum muslim harus memiliki sikap menegakkan risalah Islam secara kafah, karena karakter sebagai umat wasath itu dikaitkan dengan risalah Islam. Sikap wasath itu tak lain adalah sikap melaksanakan dan terikat dengan ketentuan Allah, yaitu syariah Islam. Inilah fokus dakwah yang semestinya ditegakkan.
Segala kemunduran yang terjadi hari ini tak lain adalah dampak dari meninggalkan syariat Islam dan digantikan dengan demokrasi yang jelas hanya mengakui hukum buatan manusia.
Perkumpulan dai SE Asia Tenggara akan sia-sia jika landasan diadakannya adalah moderasi dan toleran, apalagi jika di penuhi dengan para dai yang hanya mencari lapangan eksistensi dan bukan semata karena perintah Allah untuk berdakwah.
Dai yang seperti inilah yang berbahaya, yang pasti akan semakin menjauhkan umat dari Islam, bahkan dari kewajibannya yang hakiki yaitu menjadi hamba Allah. Satu-satunya cara mewujudkan “mensantrikan” umat adalah dengan mengembalikan Islam sebagai sistem pengatur kehidupan dan mencabut kapitalisme-demokrasi saat ini.
Islam Solusi Seluruh Problematika Umat
Rasulullah adalah suri teladan terbaik, yang dari beliau kita bisa mendapatkan apa yang semestinya kita lakukan, pantang menyelisihi jalan beliau dalam berdakwah. Islam memandang akal adalah potensi terbesar yang dimiliki manusia, maka, akal harus senantiasa diasah dengan tsaqofah Islam agar mampu mengendalikan nafsu sehingga ketika akal dan nafsu di atur dengan aturan yang sama maka terwujudlah kepribadian Islam.
Sosok pribadi yang tak hanya identitasnya muslim tapi perbuatan, perilaku dan tutur katanya berlandaskan Islam. Kesehariannya adalah senantiasa menegakkan amar makruf nahi mungkar. Dari mulai lingkungan keluarga, masyarakat hingga negara.
Negara dalam hal ini mutlak dimiliki oleh kaum muslim, karena hanya adanya kekuasaan seluruh syariat, sanksi dan hukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah SWT. bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Kemudian kapitalisme-demokrasi dicabut. Wallahualam bissawab. [LM/ry].